STRATEGI KOGNITIF DALAM PEMBELAJARAN
STRATEGI KOGNITIF
DALAM PEMBELAJARAN
I.
Pendahuluan
Strategi Kognitif merupakan tujuan
belajar dengan kemampuan tertinggi dari domain kognitif, yaitu cognitive
strategies menurut Taksonomi Gagne, atau di atas ( beyond) analisis, sintesis,
dan evaluasi menurut Taksonomi Bloom (metacognition). Strategi Kognitif dapat
dipelajari mahasiswa dengan bantuan dosen. Dosen disebut berhasil apabila mampu
mengembangkan kemampuan strategi kognitif mahasiswa; perkuliahan bukan semata-mata
penyampaian materi bidang ilmu saja.
Taksonomi ialah klasifikasi atau
pengelompokan benda menurut ciri-ciri tertentu. Dalam bidang pendidikan,
taksonomi digunakan untuk klasifikasi tujuan instruksional; ada yang
menamakannya tujuan pembelajaran, tujuan penampilan, atau sasaran belajar, yang
digolongkan dalam 3 klasifikasi umum atau ranah (domain), yaitu :
Ø
Ranah
Kognitif berkaitan dengan tujuan belajar yang berorientasi pada kemampuan
berpikir
Ø Ranah
Afektif berhubungan dengan perasaan, emosi, sistem nilai, dan sikap hati)
Ø
Ranah
Psikomotor (berorientasi pada keterampilan motorik atau penggunaan otot
kerangka).
Saat ini dikenal berbagai macam
taksonomi tujuan instruksional yang diberi nama menurut penciptanya, misalnya
Bloom, Merill dan Gagne (kognitif), Krathwohl, Martin & Briggs dan Gagne
(afektif), dan Dave, Simpson dan Gagne (psikomotor).
* Pusat
Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas Instruksional Universitas Hasanuddin
(P3AI-UNHAS)
Satu hal yang
penting dalam taksonomi tujuan instruksional ialah adanya hirarki yang dimulai dari tujuan instruksional pada jenjang
terendah sampai jenjang tertinggi. Dengan kata lain, tujuan pada jenjang yang
lebih tinggi tidak dapat dicapai sebelum tercapai tujuan pada jenjang di
bawahnya. Penting pula diingat bahwa tidak
terdapat batas yang jelas antara ranah yang satu dengan lainnya. Sebagai
contoh, misalnya rumusan tujuannya dalam ranah kognitif Penerapan; tetapi
seringkali tujuan kognitif ini disertai praktek yang memerlukan keterampilan
motorik, demikian pula,misalnya pada rumusan tujuan instruksional dalam ranah
kognitif yang perilakunya memilih, sudah terkait pula ranah afektif (sikap
hati). Melakukan perumusan tujuan berdasarkan ranah, selalu dipilih yang mana
yang lebih dominan.
Pertama-tama
kita melihat perbandingan Taksonomi Bloom dan Taksonomi Gagne pada Ranah Kognitif
(Cognitive Domain) berikut :
|
|
-
Prosedur
II.
Definisi Strategi
Kognitif
Strategi
Kognitif ialah kemampuan internal yang terorganisasi yang dapat membantu
mahasiswa dalam proses belajar, proses
berpikir, memecahkan masalah dan mengambil keputusan (Gagne, 1974)
Kemampuan strategi kognitif
menyebabkan proses berpikir seseorang itu unik,
yang disebut sebagai executive control (kontrol tingkat tinggi). Strategi kognitif tidak berhubungan dengan
materi bidang ilmu tertentu, karena merupakan keterampilan berpikir mahasiswa secara
internal dan dapat diterapkan dalam berbagai bidang ilmu.
Pembentukan pengetahuan dalam diri (otak) seseorang
dapat digambarkan dalam bagan
Model dasar belajar dan ingatan
dari Gagne sepertu berikut :
EXECUTIVE
CONTROL EXPECTANCIES
E
F
RESPONSE
GENERATOR
E
N
V
I
R
O
N
M
E
N
T
F
RESPONSE
GENERATOR
|
E
N
V
I
R
O
N
M
E
N
T
|
E
C
T
O
R
S
R S
E E R SHORT LONG
C N E TERM TERM
E S G MEMORY MEMORY
P O I
T R S
O Y T
R E
S R
MODEL DASAR BELAJAR DAN INGATAN ( GAGNE )
III. Latar Belakang
Strategi Kognitif didasarkan
pada : Paradigma konstruktivisme, teori
metacognition, dan pengalaman di lapangan (reflection in action)
III.
1 Paradigma konstruktivisme
Proporsi paradigma konstruktivisme
dapat diterjemahkan menjadi pertanyaan-pertanyaan yang lebih operasional,
sebagai berikut:
- Kepercayaan,
nilai dan norma, motivasi, pengetahuan dan keterampilan, serta intuisi
setiap orang akan sangat berpengaruh terhadap strategi dan kemampuan orang
tersebut dalam menghadapi permasalahan yang dihadapinya.
- Permasalahan
yang dihadapi setiap orang tidak pernah dapat dipisahkan dari konteks
situasinya. Strategi dan kemampuan seseorang dalam menghadapi
masalah-masalah tersebut adalah unik.
- Jika dikumpulkan strategi-strategi yang digunakan masing-masing
orang dalam masalah tertentu, maka akan terlihat adanya pola dasar yang
sama (generalizable pattern) dari strategi tersebut. Pola dasar teresebut
diperlukan dan dapat dipelajari oleh orang (mahasiswa) lain, untuk menjadi
bekal dasar dalam memecahkan masalah.
Keberhasilan
mahasiswa untuk memecahkan masalah di lapangan nantinya merupakan indikasi
penguasaan strategi kognitif oleh mahasiswa tersebut yang terdiri dari pola
dasar yang telah dipelajarinya, dan dipengaruhi oleh kepercayaan, nilai dan
norma, motivasi, kemampuan dan keterampilan, serta intuisi mahasiswa tersebut
dalam suatu konteks situasi.
III.2 Teori
Metacognition
Metacognition,
yang melandasi strategi kognitif merupakan keterampilan mahasiswa dalam
mengatur dan mengontrol proses berpikirnya (Preisseisen, 1985), meliputi :
- Keterampilan pemecahan
masalah (problem solving), yaitu keterampilan individu dalam menggunakan
proses berpikirnya untuk memecahkan masalah melalui pengumpulan fakta,
analisis informasi, menyusun berbagai alternatif pemecahan, dan memilih
penyelesaian masalah yang efektif.
- Kemampuuan pengambilan
keputusan (decision making), yaitu keterampilan individu dalam
menggunakan proses berpikirnya untuk memilih suatu keputusan yang terbaik
dari beberapa pilihan yang ada melalui pengumpulan informasi, perbandingan
kebaikan dan kekurangan setiap alternatif, analisis informasi, dan
pengambilan keputusan yang terbaik berdasarkan alasan-alasan yang
rasional.
- Kemampuan berpikir
kritis (critical thinking), yaitu keterampilan individu dalam
menggunakan proses berpikirnya untuk menganalisis argumen dan memberikan
interpretasi berdasarkan persepsi yang sahih melalui “logical reasoning” ,
analisis asumsi dan bias dari argumen, dan interpretasi logis.
- Keterampilan berpikir
kreatif (creative thinking), yaiyu keterampilan individu dalam
menggunakan proses berpikirnya untuk menghasilkan suatu ide yang baru dan
konstruktif, berdasarkan konsep-konsep, dan prinsip-prinsip yang rasional
maupun persepsi dan intuisi individu.
Keterampilan-Keterampilan
tersebut tidak terpisah melainkan terintegrasi satu dengan yang lain. Jadi pada
saat bersamaan ketika mahasiswa menggunakan strategi kognitifnya untuk
memecahkan masalah, dia juga menggunakan keterampilannya untuk mengambil
keputusan, berpikir kritis, dan berpikir kreatif.
III.3 Reflection in Action
Prinsip refleksi
dari pengalaman-pengalaman praktisi profesional dalam pemecahan masalah-masalah
yang pernah dihadapi untuk memecahkan masalah baru (praktisi-praktisi tersebut
dikenal dengan nama reflective
practitioners) disebut prinsip reflectioan
in action (Schon, 1982) merupakan salah satu prinsip yang melandasi
Strategi Kognitif
Seorang praktisi yang profesional
akan berpikir tentang apa yang dilakukannya, bahkan kadang-kadang sambil
melakukan aksinya. Cara tersebut akan menjadi awal baginya untuk mencoba
menyadari apa yang terjadi, apa respon atau reaksinya terhadap kejadian
tersebut dan bagaimana ia dapat menyimpulkan apa masalah sesungguhnya. Pada
saat itu, seorang praktisi profesional terlibat dalam pengaturan dan
pengontrolan kognisinya secara intensif. Tidak jarang akan terlibat dalam
situasi yang meragukan, problematik, atau membingungkan. Ketika ia berusaha
untuk keluar dari keraguan, problematika, dan kebingungan tersebut ia
merefleksikan apa-apa yang telah pernah dilakukannya dalam aksi-aksi sebelumnya
untuk kemudian dipilah, diatur, dan diorganisasikan untuk dilakukan dalam
aksi-aksi berikut. Proses ini dikenal dengan nama reflection in action, yang merupakan proses operasional utama dalam
seseorang menggunakan strategi kognitif.
Bragar dan Johnson (1993)
mengatakan bahwa seseorang belajar melalui apa yang dilakukannya dan kemudian
mengkaji ulang apa yang telah dilakukannya tersebut. Perilaku yang
direfleksikannya, artinya telah dikaji ulang dan diatur kembali, akan
memberikan suatu pengertian baru yang akan menjadi petunjuk bagi terjadinya
perilaku-perilaku berikutnya. Proses pembelajaran strategi kognitif merupakan
proses reflection in action, yang
didasarkan pada teori Experential
Learning Cycle dai David Kolb. Teori Experential
Learning Cycle dari David Kolb dapat
digambarkan sebagai berikut:
Contoh
: (Experiental Learning Cycle, David Kolb)
Experiental
Learning (David Kolb)
Window of the world
Window of the world
|
||||
|
|
|
|
|
Berdasarkan
teori ini proses belajar dimulai dari pengalaman konkret yang dialami seseorang.
Pengalaman tersebut diteflekdikan secara individual. Dalam proses refleksi,
seseorang akan berusaha memahami apa yang terjadi atau apa yang dialami. Refkesi ini menjadi
dasar proses kenseptualisasi atau proses
pemahaman prinsip-prinsip yang mendasari pengalaman yang dialami serta
perkiraan kemungkinan aplikasinya dalam situasi dan konteks yang lain atau
baru. Proses implementasi merupakan situasi dan konteks yang memungkinkan
penerapan konsep yang sudah dikuasai seseorang. Proses pengalaman dan refleksi
dikategorikan sebagai proses penemuan (finding out), sedangkan proses
konseptualisasi dan implementasi dikategorikan dalam proses penerapan (taking
action). Proses keseluruhan ini terjadi berulang-ulang sehingga setiap action
yang dilakukan seseorang merupakan hasil refleksi dari pengalaman atau kejadian
yang dialami.
IV. Strategi Kognitif vs. Keterampilan Intelektual
Strategi kognitif berbeda dengan
keterampilan intelektual yang disebut "intelectual
skills” (dalam taksonomi Gagne) atau aplikasi dalam taksonomi Bloom.
Keterampilan intelektual lebih berorientasi kepada interaksi mahasiswa sebagai
individu dengan lingkungan belajarnya, yaitu dengan angka, kata-kata, simbol,
rumus, prinsip, prosedur, dan lain-lain. Dengan keterampilan intelektual, mahasiswa
mampu mengerjakan (how to) sesuatu
dengan fakta yang dimilikinya. Sedangkan strategi kognitif, merupakan kemampuan
mahasiswa untuk mengontrol interaksinya dengan lingkungan. Contohnya, mahasiswa
menggunakan strategi kognitif untuk membaca artikel di majalah ilmiah. Apa yang
dipelajarinya dari artikel tersebut mungkin Cuma fakta, rumus-rumus, atau
penerapan teori. Namun, untuk menyeleksi informasi yang dibacanya, memberikan
kode terhadap informasi yang direkam dipikirannya, dan menemukan kembali informasi
tersebut untuk keperluan lain, merupakan strategi kognitif. Dalam hal tersebut,
mahasiswa mempergunakan strategi kognitif untuk memahami apa yang sudah dibaca
dan dipelajarinya, dan untuk memecahkan masalah. Strategi kognitif merupakan
cara mahasiswa untuk mengorganisasikan dan mengontrol proses belajarnya, dan
juga berproses berpikir, memecahkan masalah, dan mengambil keputusan.
Jika mahasiswa menghadapi suatu
masalah baru, diharapkan mahasiswa dapat menanganinya dengan mempergunakan
informasi dan fakta-fakta, serta keterampilan intelektual yang pernah
dipelajarinya. Namun, belum mencukupi, karena mahasiswa perlu mempunyai
strategi untuk dapat menangani masalah baru tersebut. Diharapkan, mahasiswa
akan dapat memilih cara penanganan masalah yang tepat dari berbagai strategi
alternatif. Keunikan dan kebenaran proses berpikir mahasiswa ditentukan oleh
ketepatan pemilihan strategi untuk menangani masalah baru tersebut.
V. Pengembangan
Strategi Kognitif
Strategi kognitif berkembang dalam
waktu yang cukup lama dan panjang sebagai hasil dari pendidikan. Dalam hal ini,
proses belajar merupakan proses yang penting dalam pengembangan strategi
kognitif seseorang. Menurut Socrates dan John Dewey, belajar merupakan suatu
kegiatan atau sesuatu yang dilakukan secara mental dan/atau fisik yang diikuti
dengan kesempatan merefleksikan hal-hal yang dilakukan dari hasil perilaku
tersebut. Strategi kognitif dikembangkan melalui proses refleksi perilaku
ketika mahasiswa menghadapi masalah.
West, Farmer, dan Wolf (1991) mengatakan
bahwa dosen dapat mengembangkan strategi kognitif dalam proses penyampaian
materi bidang ilmu (content),
mengaktifkan strategi kognitif mahasiswa dalam penyajian materi bidang ilmu,
menggunakan strategi kognitif untuk menyampaikan materi bidang ilmu ilmu.
Strategi kognitif dikembangkan secara terpadu dengan penyajian mata kuliah
bidang ilmu, tidak secara terpisah.
Dosen dapat mengembangkan strategi
kognitif mahasiswa :
- dalam
proses penyampaian materi bidang ilmu (content)
- mengaktifkan
strategi kognitif mahasiswa pada waktu menyajikan materi bidang ilmu
- menggunakan strategi kognitif untuk menyampaikan
bidang ilmu
- Strategi Kognitif dikembangkan secara terpadu dengan
penyajiam mata kuliah bidang ilmu, tidak secara terpisah.
VI. Jenis-Jenis Strategi Kognitif
Gagne
(1984) mengidentifikasi strategi kognitif berdasarkan alur proses instruksional
mulai dari memperhatikan (attending), mengolah stimulus ( encoding), mencari
kembali informasi (retrieval), dan berpikir. Untuk setiap tahap mahasiswa dapat
menggunakan strategi kognitif yang berbeda-beda.
West,
Farmer dan Wolff (1991) menjelaskan adanya 4 keluarga besar strategi kognitif,
yaitu Chnkung, Spatial, Bridging, dan Multipurpose.
1.
Chunking,
merupakan strategi mengorganisasikan sesuatu secara sistematis melalui proses
mengurutkan (order), mengklasifikasi (classify, dan menyusun (arrange).
Chunking dapat membantu seseorang untuk mengolah data yang sangat banyak atau
proses yang sangat kompleks. Melalui chunking, seseorang memilah-milah materi
kuliah atau masalah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil, kemudian menyusun
bagian-bagian tersebut secara berurut.
2.
Spatial
merupakan suatu strategi untuk menunjukkan hubungan antar hal yang satu dengan
yang lain. Dalam kategori ini termasuk “frames” (tabel) dan “concept maps”
(peta konsep)
3.
Bridging
merupakan strategi untuk menjembatani pemahaman seseorang melalui “metafor”
(perumpamaan), analogi dan advance organizer. Metafor dan analogi merupakan
strategi pengandaian yang dapat menjembatani suatu konsep baru dengan
menggunakan konsep yang sudah dipahami sebelumnya. Advance organizer merupakan kerangka dalam bentuk abstraksi
atau ringkasan tentang konsep-konsep dasar materi yang harus dipelajari, hanya
dapat dibuat oleh dosen untuk memudahkan mahasiswa belajar.
4.
Mulitpurpose
merupakan strategi kognitif yang dapat digunakan untuk berbagai tujuan, antara
lain rehearsal, imagery, dan mneumoncs (jembatan keledai). Rehearsal merupakan
cara untuk untuk mereviu materi, bertanya, mengansipasi pertanyaan dan materi,
yang hanya dapat dilakukan oleh mahasiswa, dosen dapat memberikan waktu agar
mahasiswa dapat melakukan rehearsal. Imagery (membayangkan) merupakan
proses visualisasi suatu konsep,
kejadian, ataupun prinsip. Mneumonics
merupakan alat bantu untuk mengingat, misalnya singkatan.
JENIS
STRATEGI KOGNITIF
|
|
|
|
|
|
http://www.4shared.com/office/CS472DAQ/STRATEGI_KOGNITIF_DALAM_PEMBEL.html |
|
|
|||||||||
|
|||||||||||
VII. Concept Mapping
“Concept mapping” atau “pattern
noting” (Peta Kognitif)ialah cara yang dapat digunakan dosen untuk membantu
mahasiswa mengorganisasikan materi perkuliahan berdasarkan arti dan hubungan
antar komponennya. Hubungan antara satu konsep atau informasi dengan konsep yang lain disebut proposisi. Peta kognitif juga dapat
berfungsi sebagai peta visual Yang menggambarkan berbagai cara untuk
mengartikan suatu konsep berdasarkan proposisinya.
Peta Kognitif
biasanya dimulai dengan suatu konsep utama, yang mungkin merupakan topik
penting dalam suatu matakuliah atau suatu masalah.
Menurut Jonassen
(1987), peta kognitif merupakan teknik yang dikembangkan oleh Buzan (1974)
untuk mengorganisasikan dan menyusun informasi yang menunjukkan keterkaitan
antara satu informasi dan informasi lain. Hubungan antara satu konsep ’atau
informasi’ dengan konsep yang disebut preposisi
(Novak & Gowin, 1984). Peta kognitif dapat memperlihatkan arti suatu konsep
berdasarkan preposisi konsep tersebut dengan konsep-konsep lainnya. Dengan
demikian, peta kognitif dapat didefinisikan sebagai alat yang skematis untuk
menunjukkan arti suatu konsep berdasarkan proposisi.
Peta kognitif juga dapat berfungsi menjadi peta visual yang menggambarkan
berbagai cara untuk mengartikan suatu konsep berdasarkan preposisinya.
Jonassen (1987)
mengartikan peta kognitif sebagai teknik untuk menggambarkan susunan dan
hubungan antar ide atau konsep dalam pikiran seorang individu. Dalam
perkuliahan, peta kognitif dapat digunakan untuk menggambarkan susunan dan
hubungan antarkonsep yang sudah dimiliki mahasiswa dan yang baru dipelajarinya.
Peta kognitif merupakan refleksi dari konsep-konsep dan preposisinya yang sudah
dikuasai oleh mahasiswa. Peta kognitif hanya berlaku pada saat peta tersebut
dibuat oleh seorang mahasiswa, karena pada saat yang lain, ketika mahasiswa
sudah mempelajari konsep-konsep lain, maka akan mempunyai peta kognitif yang
berbeda.
Peta kognitif
biasanya dimulai dengan satu konsep utama. Konsep utama tersebut mungkin
merupakan topik yang terpenting dalam satu mata kuliah, atau hal yang
terpenting dalam satu masalah. Selain konsep utama, ada lagi konsep-konsep lain
yang berhubungan dengan konsep utama. Proposisi antarkonsep tidak sama, oleh
sebab itu peta kognitif juga memperlihatkan beraneka ragam proposisi antar
konsep.
VII.1 Definisi
Proses mahasiswa
menyusun proposisi suatu konsep dengan konsep lainnya dalam membuat peta
kognitif merupakan pengaturan proses berpikir dan merupakan strategi kognitif
mahasiswa.
VIII.
Kegunaan Peta Kognitif :
1.
MENYUSUN
ALUR KONSEP ATAU IDE DALAM PERKULIAHAN
ATAU BUKU MENJADI SUATU “ CONTENT MAP ”
ATAU PETA SAJIAN.
2. MENGINVENTARISASI
IDE-IDE YANG BERHUBUNGAN DENGAN ANALISIS TUGAS
3.
MERANGKUM
SUATU LAPORAN ATAU BACAAN
4.
MENGORGANISASIKAN
BERBAGAI KEGIATAN
5.
MENGORGANISASIKAN
MATERI PERKULIAHAN UNTUK UJIAN
6.
MENEMUKAN
KEMBALI INFORMASI DALAM PIKIRAN INDIVIDU
7. MERUPAKAN
SALAH SATU CARA UNTUK MENUNJUKKAN JARINGAN KERJA
8. MENGEVALUASI
SERAPAN MAHASISWA TERHADAP MATERI
PERKULIAHAN SEBELUM MAUPUN SESUDAH PERKULIAHAN
9.
ALAT
DIAGNOSTIK KESUKARAN BELAJAR MAHASISWA
VIII. Prosedur Pemetaan Kognitif
- Menentukan
satu konsep utama
Sediakan kertas
kosong dan alat tulis, kemudian tentukan konsep utama untuk peta kognitif.
Dalam latihan, penentuan konsep utama dapat dilakukan oleh dosen atau dilakukan
bersama-sama dengan mahasiswa. Konsep utama mewakili topik utama dari
perkuliahan yang baru saja berjalan, topik utama suatu tugas karya tulis, topik
utama suatu bacaan (buku atau artikel). Tuliskan
topik utama dalam kotak dan tempatkan di bagian tengah kertas!
- Menentukan
isu Utama
Pusatkan pikiran
pada konsep utama dan identifikasi isu-isu yang paling utama yang berhubungan
dengan konsep utama. Isu terdiri dari konsep lain dan proposisi yang
berhubungan dengan konsep utama. Pilihlah hanya isu yang paling utama saja,
yaitu isu yang paling penting berhubungan dengan konsep utama. Kemudian,
tuliskan konsep-konsep tersebut terhadap konsep utama. Setelah gambar jadi,
pikirkan adakah isu utama yang belum dicantumkan?
- Identifikasi
Subisu
Untuk selanjutnya, identifikasi
sub-isu yang berhubungan dengan setiap isu utama. Tuliskan
konsep-konsep yang terdapat dalam subisu, gambarkan dan tunjukkan proposisi
konsep-konsep tersebut terhadap isu utama. Setelah gambar jadi, perhatikan
adakah subisu yang belum dicantumkan?
Proses
identifikasi sub-isu dapat dilanjutkan dengan pengidentifikasian sub-subisu,
dan seterusnya sampai dianggap cukup.
- Review
Perhatikan peta yang
sudah jadi, apakah ada proposisi antarkonsep yang belum ditulis atau terlewat,
dan apakah ada konsep yang belum dicantumkan?
Keterampilan untuk
menyusun peta kognitif memerlukan kemampuan untuk dapat berpikir spatial (fragmentaris) di samping juga
penguasaan pola pikir holistic
‘menyeluruh’.
Contoh peta kognitif memerlukan kemampuan untuk mata kuliah Sastra
VIII.
Kecepatan
Belajar yang Efektif
Seringkali dosen mengelola
perkuliahan dengan kecepatan yang tinggi, sehingga mahasiswa terbiasa untuk
menjadi impulsive ‘bertindak reaktif
terhadap sesuatu’. Jika dosen mengajukan pertanyaan, maka dosen mengharapkan
mahasiswa untuk segera menjawabnya, dan akan meminta mahasiswa yang pertama
menunjukkan jari untuk menjawab pertanyaan tersebut. Kecepatan yang tinggi
berguna dalam beberapa hal, seperti mengukur pengetahuan mahasiswa (ingatan dan
pemahaman) dan menyebabkan mahasiswa terus memperhatikan dosen. Namun,
kecepatan seperti itu kurang bermanfaat bagi pengembangan strategi kognitif
mahasiswa.
Mahasiswa memerlukan waktu untuk
berpikir dan mengatur proses berpikirnya. Mahasiswa perlu merefleksikan
berbagai alternatif untuk menganalisis informasi dan untuk mencapai konklusi
dari masalah atau kasus yang dihadapi. Mahasiswa juga perlu mengontrol proses
berpikirnya. Proses tersebut memerlukan waktu yang cukup. Glatthom dan Baron
(1985) mengusulkan agar dosen mau sabar menunggu jawaban mahasiswa terhadap
pertanyaannya sementara memberi kesempatan mahasiswa untuk berpikir. Dengan
demikian, dosen perlu benar-benar memperhitungkan kecepatan belajar yang
efektif bagi mahasiswa untuk dapat menguasai keterampilan strategi kognitif.
IX.
Umpan Balik
Umpan balik
merpakan faktor yang paling penting bagi mahasiswa untuk mempelajari
keterampilan strategi kognitif. Umpan balik merupakan salah satu cara untuk
meningkatkan motivasi mahasiswa untuk mempelajari keterampilan strategi
kognitif. Mahasiswa perlu diberitahu tentang pencapaian hasil belajarnya. Jika
seorang mahasiswa diharapkan memecahkan suatu masalah dengan kriteria keaslian,
kreativitas, kebaruan (innovativeness)
strategi pemecahan masalah yang digunakan, maka umpan balik yang baik perlu
memberi tahu mahasiswa tentang pencapaian mahasiswa atas kriteria yang
ditentukan, yaitu keaslian, kreativitas, dan kebaruan strategi yang digunakan.
Umpan balik juga merupakan cara untuk mengetahui kebenaran dan ketepatan
refleksi yang telah dilakukan. Refleksi itu sendiri merupakan suatu umpan
balik.
Masalah-masalah
atau kasus-kasus yang disusun oleh dosen untuk digunakan dalam perkuliahan
merupakan salah satu persyaratan untuk dapat melatihkan keterampilan strategi
kognitif kepada mahasiswa. Satu persyaratan yang lain untuk dapat melatihkan
keterampilan tersebut dengan lebih efektif adalah pemberian umpan balik yang
tepat kepada mahasiswa, sehingga mahasiswa memahami tingkat pencapaiannya.
X.
PENUTUP
Strategi
Kognitif merupakan metode pembelajaran yang berdasarkan Kognitivisme.
Peningkatan kualitas lulusan tidak terlepas dari metode pembelajaran yang
sesuai untuk mahasiswa. Di sinilah strategi kognitif dapat berperan sebagai
metode pembelajaran di samping metode yang biasanya digunakan.
DAFTAR PUSTAKA
Beyond constructivism - contextualism. [On-line]. Available: http://tiger.coe.missouri.edu/~t377/cx_intro.html
Constructivist theory (J. Bruner). [On-line]. Available: http://www.gwu.edu/~tip/bruner.html
Dick, W. (1991). An instructional designer's view of constructivism. Educational Technology, May, 41-44.
Duffy, T. M., Jonassen, D. H. (1991). Constructivism: New implications for instructional technolgy? Educational Technology, May, 7-12.
Jonassen, D. H., McAleese, T.M.R. (Undated). A Manifesto for a constructivist approach to technology in higher education. [On-line]. Available:http://led.gcal.ac.uk/clti/papers/TMPaper11.html
Khalsa, G. (Undated). Constructivism. [On-line]. Available: http://www.gwu.edu/~etl/khalsa.html
Kulikowski, S. (Undated). The constructivist tool bar. [On-line]. Available: http://www.coe.missouri.edu:80tiger.coe.missouri.edu/
Pannen, P. dkk. (2005) Konstruktivisme dalam
Pembelajaran, PAU-PPAI-UT, DirJenDikti, DepDikNas.
Shank, P. (Undated).
Constructivist theory and internet based instruction. [On-line]. Available: http://www.gwu.edu/~etl/shank.htmlSmorgansbord, A., (Undated). Constructivism and instructional design. [On-line]. Available: http://hagar.up.ac.za/catts/learner/smorgan/cons.html
0 comments: