Friday, 8 March 2013

STRATEGI KOGNITIF DALAM PEMBELAJARAN


STRATEGI KOGNITIF
DALAM PEMBELAJARAN








I.        Pendahuluan

Strategi Kognitif merupakan tujuan belajar dengan kemampuan tertinggi dari domain kognitif, yaitu cognitive strategies menurut Taksonomi Gagne, atau di atas ( beyond) analisis, sintesis, dan evaluasi menurut Taksonomi Bloom (metacognition). Strategi Kognitif dapat dipelajari mahasiswa dengan bantuan dosen. Dosen disebut berhasil apabila mampu mengembangkan kemampuan strategi kognitif mahasiswa; perkuliahan bukan semata-mata penyampaian materi bidang ilmu saja.

Taksonomi ialah klasifikasi atau pengelompokan benda menurut ciri-ciri tertentu. Dalam bidang pendidikan, taksonomi digunakan untuk klasifikasi tujuan instruksional; ada yang menamakannya tujuan pembelajaran, tujuan penampilan, atau sasaran belajar, yang digolongkan dalam 3 klasifikasi umum atau ranah (domain), yaitu :                                      

Ø  Ranah Kognitif berkaitan dengan tujuan belajar yang berorientasi pada kemampuan berpikir
Ø  Ranah Afektif berhubungan dengan perasaan, emosi, sistem nilai, dan sikap hati)
Ø  Ranah Psikomotor (berorientasi pada keterampilan motorik atau penggunaan otot kerangka).
Saat ini dikenal berbagai macam taksonomi tujuan instruksional yang diberi nama menurut penciptanya, misalnya Bloom, Merill dan Gagne (kognitif), Krathwohl, Martin & Briggs dan Gagne (afektif), dan Dave, Simpson dan Gagne (psikomotor).                        

*    Pusat Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas Instruksional Universitas Hasanuddin (P3AI-UNHAS)

Satu hal yang penting dalam taksonomi tujuan instruksional ialah adanya hirarki yang dimulai dari tujuan instruksional pada jenjang terendah sampai jenjang tertinggi. Dengan kata lain, tujuan pada jenjang yang lebih tinggi tidak dapat dicapai sebelum tercapai tujuan pada jenjang di bawahnya. Penting pula diingat bahwa tidak terdapat batas yang jelas antara ranah yang satu dengan lainnya. Sebagai contoh, misalnya rumusan tujuannya dalam ranah kognitif Penerapan; tetapi seringkali tujuan kognitif ini disertai praktek yang memerlukan keterampilan motorik, demikian pula,misalnya pada rumusan tujuan instruksional dalam ranah kognitif yang perilakunya memilih, sudah terkait pula ranah afektif (sikap hati). Melakukan perumusan tujuan berdasarkan ranah, selalu dipilih yang mana yang lebih dominan.

Pertama-tama kita melihat perbandingan Taksonomi Bloom dan Taksonomi Gagne pada Ranah Kognitif (Cognitive Domain) berikut  :

Taksonomi Bloom

Knowledge (mengingat, menghafal)

Comprehension (menerjemahkan)

Application (menerapkan)

Analysis  (memecah konsep menjadi bagian-bagian)

Synthesis (menggabungkan bagian-bagian menjadi suatu kesatuan)

Evaluation (membandingkan dengan standar)
 

Taksonomi Gagne
                                                                          
Verbal Information (facts, ingatan)

Intellectual Skills

   -  discrimination (membedakan)

   -  concepts (mengelompokkan)

   -  rules (hubungan antar konsep)

   -  higher order rules
     
(aturan/prinsip baru)




Cognitive Strategy

    

 
                         
 


                                                                                      -   Prosedur

 




















II.      Definisi Strategi Kognitif

Strategi Kognitif ialah kemampuan internal yang terorganisasi yang dapat membantu mahasiswa dalam proses belajar, proses berpikir, memecahkan masalah dan mengambil keputusan (Gagne, 1974)

Kemampuan strategi kognitif menyebabkan proses berpikir seseorang itu unik, yang disebut sebagai executive control  (kontrol tingkat tinggi).  Strategi kognitif tidak berhubungan dengan materi bidang ilmu tertentu, karena merupakan keterampilan berpikir mahasiswa secara internal dan dapat diterapkan dalam berbagai bidang ilmu.                          

Pembentukan pengetahuan dalam diri (otak) seseorang dapat digambarkan dalam bagan

Model dasar belajar dan ingatan dari Gagne sepertu berikut :

         EXECUTIVE CONTROL                            EXPECTANCIES                                                     



          
                         E
                               F                                                                                                    

RESPONSE
GENERATOR
 

E
N
V
I
R
O
N
M
E
N
T
 
                               F                        
                               E
                         C                                         
                         T           
                         O  
                         R
                         S
                                                                                        
                                                                                                    
                         R                      S                                                           
                         E                      E    R                   SHORT                                LONG  

                         C                      N                         E                                            TERM TERM                                                                                                                                                                                                     E                      S                          G                                            MEMORY       MEMORY

                               P                      O   I             
                                    T                      R   S
                               O                      Y    T
                               R                            E
                               S                            R   

MODEL DASAR BELAJAR DAN INGATAN ( GAGNE )

III.   Latar Belakang

Strategi Kognitif didasarkan pada  : Paradigma konstruktivisme, teori metacognition, dan pengalaman di lapangan (reflection in action)

III. 1  Paradigma konstruktivisme

Proporsi paradigma konstruktivisme dapat diterjemahkan menjadi pertanyaan-pertanyaan yang lebih operasional, sebagai berikut:
  1. Kepercayaan, nilai dan norma, motivasi, pengetahuan dan keterampilan, serta intuisi setiap orang akan sangat berpengaruh terhadap strategi dan kemampuan orang tersebut dalam menghadapi permasalahan yang dihadapinya.
  2. Permasalahan yang dihadapi setiap orang tidak pernah dapat dipisahkan dari konteks situasinya. Strategi dan kemampuan seseorang dalam menghadapi masalah-masalah tersebut adalah unik.
  3. Jika dikumpulkan strategi-strategi yang digunakan masing-masing orang dalam masalah tertentu, maka akan terlihat adanya pola dasar yang sama (generalizable pattern) dari strategi tersebut. Pola dasar teresebut diperlukan dan dapat dipelajari oleh orang (mahasiswa) lain, untuk menjadi bekal dasar dalam memecahkan masalah.

Keberhasilan mahasiswa untuk memecahkan masalah di lapangan nantinya merupakan indikasi penguasaan strategi kognitif oleh mahasiswa tersebut yang terdiri dari pola dasar yang telah dipelajarinya, dan dipengaruhi oleh kepercayaan, nilai dan norma, motivasi, kemampuan dan keterampilan, serta intuisi mahasiswa tersebut dalam suatu konteks situasi.

III.2 Teori Metacognition

Metacognition, yang melandasi strategi kognitif merupakan keterampilan mahasiswa dalam mengatur dan mengontrol proses berpikirnya (Preisseisen, 1985), meliputi :


  1. Keterampilan pemecahan masalah (problem solving), yaitu keterampilan individu dalam menggunakan proses berpikirnya untuk memecahkan masalah melalui pengumpulan fakta, analisis informasi, menyusun berbagai alternatif pemecahan, dan memilih penyelesaian masalah yang efektif.

  1. Kemampuuan pengambilan keputusan (decision making), yaitu keterampilan individu dalam menggunakan proses berpikirnya untuk memilih suatu keputusan yang terbaik dari beberapa pilihan yang ada melalui pengumpulan informasi, perbandingan kebaikan dan kekurangan setiap alternatif, analisis informasi, dan pengambilan keputusan yang terbaik berdasarkan alasan-alasan yang rasional.

  1. Kemampuan berpikir kritis (critical thinking), yaitu keterampilan individu dalam menggunakan proses berpikirnya untuk menganalisis argumen dan memberikan interpretasi berdasarkan persepsi yang sahih melalui “logical reasoning” , analisis asumsi dan bias dari argumen, dan interpretasi logis.

  1. Keterampilan berpikir kreatif (creative thinking), yaiyu keterampilan individu dalam menggunakan proses berpikirnya untuk menghasilkan suatu ide yang baru dan konstruktif, berdasarkan konsep-konsep, dan prinsip-prinsip yang rasional maupun persepsi dan intuisi individu.

Keterampilan-Keterampilan tersebut tidak terpisah melainkan terintegrasi satu dengan yang lain. Jadi pada saat bersamaan ketika mahasiswa menggunakan strategi kognitifnya untuk memecahkan masalah, dia juga menggunakan keterampilannya untuk mengambil keputusan, berpikir kritis, dan berpikir kreatif.



III.3  Reflection in Action

Prinsip refleksi dari pengalaman-pengalaman praktisi profesional dalam pemecahan masalah-masalah yang pernah dihadapi untuk memecahkan masalah baru (praktisi-praktisi tersebut dikenal dengan nama reflective practitioners) disebut prinsip reflectioan in action (Schon, 1982) merupakan salah satu prinsip yang melandasi Strategi Kognitif
Seorang praktisi yang profesional akan berpikir tentang apa yang dilakukannya, bahkan kadang-kadang sambil melakukan aksinya. Cara tersebut akan menjadi awal baginya untuk mencoba menyadari apa yang terjadi, apa respon atau reaksinya terhadap kejadian tersebut dan bagaimana ia dapat menyimpulkan apa masalah sesungguhnya. Pada saat itu, seorang praktisi profesional terlibat dalam pengaturan dan pengontrolan kognisinya secara intensif. Tidak jarang akan terlibat dalam situasi yang meragukan, problematik, atau membingungkan. Ketika ia berusaha untuk keluar dari keraguan, problematika, dan kebingungan tersebut ia merefleksikan apa-apa yang telah pernah dilakukannya dalam aksi-aksi sebelumnya untuk kemudian dipilah, diatur, dan diorganisasikan untuk dilakukan dalam aksi-aksi berikut. Proses ini dikenal dengan nama reflection in action, yang merupakan proses operasional utama dalam seseorang menggunakan strategi kognitif.

Bragar dan Johnson (1993) mengatakan bahwa seseorang belajar melalui apa yang dilakukannya dan kemudian mengkaji ulang apa yang telah dilakukannya tersebut. Perilaku yang direfleksikannya, artinya telah dikaji ulang dan diatur kembali, akan memberikan suatu pengertian baru yang akan menjadi petunjuk bagi terjadinya perilaku-perilaku berikutnya. Proses pembelajaran strategi kognitif merupakan proses reflection in action, yang didasarkan pada teori Experential Learning Cycle dai David Kolb. Teori Experential Learning Cycle  dari David Kolb dapat digambarkan sebagai berikut:
Contoh : (Experiental Learning Cycle, David Kolb)


Experiental Learning (David Kolb)
Window of the world





(Pengalaman Konkrit)
 




Implementasi
 
                                                                                                      

Finding Out
(Penemuan)
 
                                      

Talking Action
(Penerapan)
 

Konseptualisasi
 

Refleksi
 
                                                 
                                   
                                                        
Berdasarkan teori ini proses belajar dimulai dari pengalaman konkret yang dialami seseorang. Pengalaman tersebut diteflekdikan secara individual. Dalam proses refleksi, seseorang akan berusaha memahami apa yang terjadi  atau apa yang dialami. Refkesi ini menjadi dasar  proses kenseptualisasi atau proses pemahaman prinsip-prinsip yang mendasari pengalaman yang dialami serta perkiraan kemungkinan aplikasinya dalam situasi dan konteks yang lain atau baru. Proses implementasi merupakan situasi dan konteks yang memungkinkan penerapan konsep yang sudah dikuasai seseorang. Proses pengalaman dan refleksi dikategorikan sebagai proses penemuan (finding out), sedangkan proses konseptualisasi dan implementasi dikategorikan dalam proses penerapan (taking action). Proses keseluruhan ini terjadi berulang-ulang sehingga setiap action yang dilakukan seseorang merupakan hasil refleksi dari pengalaman atau kejadian yang dialami.

IV.    Strategi Kognitif vs. Keterampilan Intelektual

Strategi kognitif berbeda dengan keterampilan intelektual yang disebut "intelectual skills” (dalam taksonomi Gagne) atau aplikasi dalam taksonomi Bloom. Keterampilan intelektual lebih berorientasi kepada interaksi mahasiswa sebagai individu dengan lingkungan belajarnya, yaitu dengan angka, kata-kata, simbol, rumus, prinsip, prosedur, dan lain-lain. Dengan keterampilan intelektual, mahasiswa mampu mengerjakan (how to) sesuatu dengan fakta yang dimilikinya. Sedangkan strategi kognitif, merupakan kemampuan mahasiswa untuk mengontrol interaksinya dengan lingkungan. Contohnya, mahasiswa menggunakan strategi kognitif untuk membaca artikel di majalah ilmiah. Apa yang dipelajarinya dari artikel tersebut mungkin Cuma fakta, rumus-rumus, atau penerapan teori. Namun, untuk menyeleksi informasi yang dibacanya, memberikan kode terhadap informasi yang direkam dipikirannya, dan menemukan kembali informasi tersebut untuk keperluan lain, merupakan strategi kognitif. Dalam hal tersebut, mahasiswa mempergunakan strategi kognitif untuk memahami apa yang sudah dibaca dan dipelajarinya, dan untuk memecahkan masalah. Strategi kognitif merupakan cara mahasiswa untuk mengorganisasikan dan mengontrol proses belajarnya, dan juga berproses berpikir, memecahkan masalah, dan mengambil keputusan.
Jika mahasiswa menghadapi suatu masalah baru, diharapkan mahasiswa dapat menanganinya dengan mempergunakan informasi dan fakta-fakta, serta keterampilan intelektual yang pernah dipelajarinya. Namun, belum mencukupi, karena mahasiswa perlu mempunyai strategi untuk dapat menangani masalah baru tersebut. Diharapkan, mahasiswa akan dapat memilih cara penanganan masalah yang tepat dari berbagai strategi alternatif. Keunikan dan kebenaran proses berpikir mahasiswa ditentukan oleh ketepatan pemilihan strategi untuk menangani masalah baru tersebut.

V.  Pengembangan Strategi Kognitif

Strategi kognitif berkembang dalam waktu yang cukup lama dan panjang sebagai hasil dari pendidikan. Dalam hal ini, proses belajar merupakan proses yang penting dalam pengembangan strategi kognitif seseorang. Menurut Socrates dan John Dewey, belajar merupakan suatu kegiatan atau sesuatu yang dilakukan secara mental dan/atau fisik yang diikuti dengan kesempatan merefleksikan hal-hal yang dilakukan dari hasil perilaku tersebut. Strategi kognitif dikembangkan melalui proses refleksi perilaku ketika mahasiswa menghadapi masalah.
West, Farmer, dan Wolf (1991) mengatakan bahwa dosen dapat mengembangkan strategi kognitif dalam proses penyampaian materi bidang ilmu (content), mengaktifkan strategi kognitif mahasiswa dalam penyajian materi bidang ilmu, menggunakan strategi kognitif untuk menyampaikan materi bidang ilmu ilmu. Strategi kognitif dikembangkan secara terpadu dengan penyajian mata kuliah bidang ilmu, tidak secara terpisah.
Dosen dapat mengembangkan strategi kognitif mahasiswa :
  1. dalam proses penyampaian materi bidang ilmu (content)
  2. mengaktifkan strategi kognitif mahasiswa pada waktu menyajikan materi bidang ilmu
  3. menggunakan strategi kognitif untuk menyampaikan bidang ilmu
  4. Strategi Kognitif dikembangkan secara terpadu dengan penyajiam mata kuliah bidang ilmu, tidak secara terpisah.

VI.   Jenis-Jenis Strategi Kognitif

Gagne (1984) mengidentifikasi strategi kognitif berdasarkan alur proses instruksional mulai dari memperhatikan (attending), mengolah stimulus ( encoding), mencari kembali informasi (retrieval), dan berpikir. Untuk setiap tahap mahasiswa dapat menggunakan strategi kognitif yang berbeda-beda.

West, Farmer dan Wolff (1991) menjelaskan adanya 4 keluarga besar strategi kognitif, yaitu Chnkung, Spatial, Bridging, dan Multipurpose.

1.    Chunking, merupakan strategi mengorganisasikan sesuatu secara sistematis melalui proses mengurutkan (order), mengklasifikasi (classify, dan menyusun (arrange). Chunking dapat membantu seseorang untuk mengolah data yang sangat banyak atau proses yang sangat kompleks. Melalui chunking, seseorang memilah-milah materi kuliah atau masalah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil, kemudian menyusun bagian-bagian tersebut secara berurut.

2.    Spatial merupakan suatu strategi untuk menunjukkan hubungan antar hal yang satu dengan yang lain. Dalam kategori ini termasuk “frames” (tabel) dan “concept maps” (peta konsep)

3.    Bridging merupakan strategi untuk menjembatani pemahaman seseorang melalui “metafor” (perumpamaan), analogi dan advance organizer. Metafor dan analogi merupakan strategi pengandaian yang dapat menjembatani suatu konsep baru dengan menggunakan konsep yang sudah dipahami sebelumnya. Advance organizer  merupakan kerangka dalam bentuk abstraksi atau ringkasan tentang konsep-konsep dasar materi yang harus dipelajari, hanya dapat dibuat oleh dosen untuk memudahkan mahasiswa belajar.

4.    Mulitpurpose merupakan strategi kognitif yang dapat digunakan untuk berbagai tujuan, antara lain rehearsal, imagery, dan mneumoncs (jembatan keledai). Rehearsal merupakan cara untuk untuk mereviu materi, bertanya, mengansipasi pertanyaan dan materi, yang hanya dapat dilakukan oleh mahasiswa, dosen dapat memberikan waktu agar mahasiswa dapat melakukan rehearsal. Imagery (membayangkan) merupakan proses visualisasi  suatu konsep, kejadian, ataupun prinsip. Mneumonics merupakan alat bantu untuk mengingat, misalnya singkatan.
















JENIS STRATEGI KOGNITIF




                                                                                                 

Multipurpose
 

Bridging
 

Spatial
 

Chunking
 
                                                                                                                                  
 
 





Frames
 

Concepts Mapping
 
                         


















VII.  Concept Mapping

“Concept mapping” atau “pattern noting” (Peta Kognitif)ialah cara yang dapat digunakan dosen untuk membantu mahasiswa mengorganisasikan materi perkuliahan berdasarkan arti dan hubungan antar komponennya. Hubungan antara satu konsep atau informasi  dengan konsep yang lain disebut proposisi. Peta kognitif juga dapat berfungsi sebagai peta visual Yang menggambarkan berbagai cara untuk mengartikan suatu konsep berdasarkan proposisinya.

Peta Kognitif biasanya dimulai dengan suatu konsep utama, yang mungkin merupakan topik penting dalam suatu matakuliah atau suatu masalah.

Menurut Jonassen (1987), peta kognitif merupakan teknik yang dikembangkan oleh Buzan (1974) untuk mengorganisasikan dan menyusun informasi yang menunjukkan keterkaitan antara satu informasi dan informasi lain. Hubungan antara satu konsep ’atau informasi’ dengan konsep yang disebut preposisi (Novak & Gowin, 1984). Peta kognitif dapat memperlihatkan arti suatu konsep berdasarkan preposisi konsep tersebut dengan konsep-konsep lainnya. Dengan demikian, peta kognitif dapat didefinisikan sebagai alat yang skematis untuk menunjukkan arti suatu konsep berdasarkan proposisi. Peta kognitif juga dapat berfungsi menjadi peta visual yang menggambarkan berbagai cara untuk mengartikan suatu konsep berdasarkan preposisinya.

Jonassen (1987) mengartikan peta kognitif sebagai teknik untuk menggambarkan susunan dan hubungan antar ide atau konsep dalam pikiran seorang individu. Dalam perkuliahan, peta kognitif dapat digunakan untuk menggambarkan susunan dan hubungan antarkonsep yang sudah dimiliki mahasiswa dan yang baru dipelajarinya. Peta kognitif merupakan refleksi dari konsep-konsep dan preposisinya yang sudah dikuasai oleh mahasiswa. Peta kognitif hanya berlaku pada saat peta tersebut dibuat oleh seorang mahasiswa, karena pada saat yang lain, ketika mahasiswa sudah mempelajari konsep-konsep lain, maka akan mempunyai peta kognitif yang berbeda.
Peta kognitif biasanya dimulai dengan satu konsep utama. Konsep utama tersebut mungkin merupakan topik yang terpenting dalam satu mata kuliah, atau hal yang terpenting dalam satu masalah. Selain konsep utama, ada lagi konsep-konsep lain yang berhubungan dengan konsep utama. Proposisi antarkonsep tidak sama, oleh sebab itu peta kognitif juga memperlihatkan beraneka ragam proposisi antar konsep.

VII.1   Definisi

Proses mahasiswa menyusun proposisi suatu konsep dengan konsep lainnya dalam membuat peta kognitif merupakan pengaturan proses berpikir dan merupakan strategi kognitif mahasiswa.

VIII.        Kegunaan Peta Kognitif :

1.     MENYUSUN ALUR KONSEP ATAU IDE DALAM    PERKULIAHAN ATAU BUKU MENJADI SUATU  “ CONTENT MAP ” ATAU PETA SAJIAN.
2.     MENGINVENTARISASI IDE-IDE YANG BERHUBUNGAN DENGAN ANALISIS TUGAS
3.     MERANGKUM SUATU LAPORAN ATAU BACAAN
4.     MENGORGANISASIKAN BERBAGAI KEGIATAN
5.     MENGORGANISASIKAN MATERI PERKULIAHAN  UNTUK UJIAN
6.     MENEMUKAN KEMBALI INFORMASI  DALAM PIKIRAN INDIVIDU
7.     MERUPAKAN SALAH SATU CARA UNTUK MENUNJUKKAN JARINGAN KERJA
8.     MENGEVALUASI SERAPAN MAHASISWA  TERHADAP MATERI PERKULIAHAN SEBELUM MAUPUN SESUDAH PERKULIAHAN
9.     ALAT DIAGNOSTIK KESUKARAN BELAJAR MAHASISWA         

VIII.   Prosedur  Pemetaan Kognitif

  1. Menentukan satu konsep utama
Sediakan kertas kosong dan alat tulis, kemudian tentukan konsep utama untuk peta kognitif. Dalam latihan, penentuan konsep utama dapat dilakukan oleh dosen atau dilakukan bersama-sama dengan mahasiswa. Konsep utama mewakili topik utama dari perkuliahan yang baru saja berjalan, topik utama suatu tugas karya tulis, topik utama suatu bacaan (buku atau artikel). Tuliskan topik utama dalam kotak dan tempatkan di bagian tengah kertas!

  1. Menentukan isu Utama
Pusatkan pikiran pada konsep utama dan identifikasi isu-isu yang paling utama yang berhubungan dengan konsep utama. Isu terdiri dari konsep lain dan proposisi yang berhubungan dengan konsep utama. Pilihlah hanya isu yang paling utama saja, yaitu isu yang paling penting berhubungan dengan konsep utama. Kemudian, tuliskan konsep-konsep tersebut terhadap konsep utama. Setelah gambar jadi, pikirkan adakah isu utama yang belum dicantumkan?

  1. Identifikasi Subisu
Untuk selanjutnya, identifikasi sub-isu yang berhubungan dengan setiap isu utama. Tuliskan konsep-konsep yang terdapat dalam subisu, gambarkan dan tunjukkan proposisi konsep-konsep tersebut terhadap isu utama. Setelah gambar jadi, perhatikan adakah subisu yang belum dicantumkan?
Proses identifikasi sub-isu dapat dilanjutkan dengan pengidentifikasian sub-subisu, dan seterusnya sampai dianggap cukup.                                         
  1. Review
Perhatikan peta yang sudah jadi, apakah ada proposisi antarkonsep yang belum ditulis atau terlewat, dan apakah ada konsep yang belum dicantumkan?

Keterampilan untuk menyusun peta kognitif memerlukan kemampuan untuk dapat berpikir spatial (fragmentaris) di samping juga penguasaan pola pikir holistic ‘menyeluruh’.

Contoh peta kognitif memerlukan kemampuan untuk mata kuliah Sastra
Ada dua faktor penting yang dapat mempengaruhi proses belajar mahasiswa dalam mempelajari keterampilan strategi kognitif, yaitu :

VIII.    Kecepatan Belajar yang Efektif

Seringkali dosen mengelola perkuliahan dengan kecepatan yang tinggi, sehingga mahasiswa terbiasa untuk menjadi impulsive ‘bertindak reaktif terhadap sesuatu’. Jika dosen mengajukan pertanyaan, maka dosen mengharapkan mahasiswa untuk segera menjawabnya, dan akan meminta mahasiswa yang pertama menunjukkan jari untuk menjawab pertanyaan tersebut. Kecepatan yang tinggi berguna dalam beberapa hal, seperti mengukur pengetahuan mahasiswa (ingatan dan pemahaman) dan menyebabkan mahasiswa terus memperhatikan dosen. Namun, kecepatan seperti itu kurang bermanfaat bagi pengembangan strategi kognitif mahasiswa.

Mahasiswa memerlukan waktu untuk berpikir dan mengatur proses berpikirnya. Mahasiswa perlu merefleksikan berbagai alternatif untuk menganalisis informasi dan untuk mencapai konklusi dari masalah atau kasus yang dihadapi. Mahasiswa juga perlu mengontrol proses berpikirnya. Proses tersebut memerlukan waktu yang cukup. Glatthom dan Baron (1985) mengusulkan agar dosen mau sabar menunggu jawaban mahasiswa terhadap pertanyaannya sementara memberi kesempatan mahasiswa untuk berpikir. Dengan demikian, dosen perlu benar-benar memperhitungkan kecepatan belajar yang efektif bagi mahasiswa untuk dapat menguasai keterampilan strategi kognitif.


IX.     Umpan Balik

Umpan balik merpakan faktor yang paling penting bagi mahasiswa untuk mempelajari keterampilan strategi kognitif. Umpan balik merupakan salah satu cara untuk meningkatkan motivasi mahasiswa untuk mempelajari keterampilan strategi kognitif. Mahasiswa perlu diberitahu tentang pencapaian hasil belajarnya. Jika seorang mahasiswa diharapkan memecahkan suatu masalah dengan kriteria keaslian, kreativitas, kebaruan (innovativeness) strategi pemecahan masalah yang digunakan, maka umpan balik yang baik perlu memberi tahu mahasiswa tentang pencapaian mahasiswa atas kriteria yang ditentukan, yaitu keaslian, kreativitas, dan kebaruan strategi yang digunakan. Umpan balik juga merupakan cara untuk mengetahui kebenaran dan ketepatan refleksi yang telah dilakukan. Refleksi itu sendiri merupakan suatu umpan balik.
Masalah-masalah atau kasus-kasus yang disusun oleh dosen untuk digunakan dalam perkuliahan merupakan salah satu persyaratan untuk dapat melatihkan keterampilan strategi kognitif kepada mahasiswa. Satu persyaratan yang lain untuk dapat melatihkan keterampilan tersebut dengan lebih efektif adalah pemberian umpan balik yang tepat kepada mahasiswa, sehingga mahasiswa memahami tingkat pencapaiannya.

X.       PENUTUP

Strategi Kognitif merupakan metode pembelajaran yang berdasarkan Kognitivisme. Peningkatan kualitas lulusan tidak terlepas dari metode pembelajaran yang sesuai untuk mahasiswa. Di sinilah strategi kognitif dapat berperan sebagai metode pembelajaran di samping metode yang biasanya digunakan.










DAFTAR PUSTAKA

Behaviorism and constructivism. [On-line]. Available: http://hagar.up.ac.za/catts/learner/debbie/CADVANT.HTM
Beyond constructivism - contextualism. [On-line]. Available: http://tiger.coe.missouri.edu/~t377/cx_intro.html
Constructivist theory (J. Bruner). [On-line]. Available: http://www.gwu.edu/~tip/bruner.html
Dick, W. (1991). An instructional designer's view of constructivism. Educational Technology, May, 41-44.
Duffy, T. M., Jonassen, D. H. (1991). Constructivism: New implications for instructional technolgy? Educational Technology, May, 7-12.
Jonassen, D. H., McAleese, T.M.R. (Undated). A Manifesto for a constructivist approach to technology in higher education. [On-line]. Available:http://led.gcal.ac.uk/clti/papers/TMPaper11.html
Khalsa, G. (Undated). Constructivism. [On-line]. Available: http://www.gwu.edu/~etl/khalsa.html
Kulikowski, S. (Undated). The constructivist tool bar. [On-line]. Available: http://www.coe.missouri.edu:80tiger.coe.missouri.edu/
Pannen, P. dkk. (2005) Konstruktivisme dalam Pembelajaran, PAU-PPAI-UT, DirJenDikti, DepDikNas.
Shank, P. (Undated). Constructivist theory and internet based instruction. [On-line]. Available: http://www.gwu.edu/~etl/shank.html
Smorgansbord, A., (Undated). Constructivism and instructional design. [On-line]. Available: http://hagar.up.ac.za/catts/learner/smorgan/cons.html




0 comments: