MAKALAH
BELAJAR PEMBELAJARAN
Diajukan
Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Belajar Pembelajaran
Dosen
: Drs. H.Amir Suyatna..S , M.Pd
SEKOLAH
TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(STKIP)
PASUNDAN
CIMAHI
2010
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Pendahuluan
Kurikulum 2004 berbasis kompetensi (KBK), yang diperbaharui
dengan Kurikulum 2006 (KTSP), telah berlaku selama 4 tahun dan semestinya
dilaksanakan secara utuh pada setiap sekolah. Namun pada kenyataannya,
pelaksanaan pembelajaran di sekolah, masih kurang memperhatikan ketercapaian
kompetensi siswa. Hal ini tampak pada RPP yang dibuat oleh guru dan dari cara
guru mengajar di kelas masih tetap menggunakan cara lama, yaitu dominan
menggunakan metode ceramah-ekspositori. Guru masih dominan dan siswa resisten,
guru masih menjadi pemain dan siswa penonton, guru aktif dan siswa pasif.
Paradigma lama masih melekat karena kebiasaan yang susah diubah, paradigma
mengajar masih tetap dipertahankan dan belum berubah menjadi peradigma
membelajarkan siswa. Padahal, tuntutan KBK, pada penyusunan RPP menggunakan
istilah skenario pembelajaran untuk pelaksanaan pembelajaran di kelas, ini
berarti bahwa guru sebagai sutradara dan siswa menjadi pemain, jadi guru
memfasilitasi aktivitas siswa dalam mengembangkan kompetensinya sehingga
memiliki kecakapan hidup (life skill) untuk bekal hidup dan penghidupannya
sebagai insan mandiri.
Demikian pula, pada pihak siswa, karena kebiasaan menjadi
penonton dalam kelas, mereka sudah merasa enjoy dengan kondisi menerima dan
tidak biasa memberi. Selain dari karena kebiasaan yang sudah melekat mendarah
daging dan sukar diubah, kondisi ini kemungkinan disebabkan karena pengetahuan
guru yang masih terbatas tentang bagaimana siswa belajar dan bagaimana cara membelajarkan
siswa. Karena penghargaan terhadap profesi guru sangat minim, boro-boro sempat
waktu untuk membaca buku yang aktual, mereka sangat sibuk untuk memenuhi
kebutuhan keluarganya, dan memang itu kewajiban utama, apalagi untuk membeli
buku pembelajaran yang inovatif. Mereka bukan tidak mau meningkatkan kualitas
pemebelajaran, tetapi situasi dan kondisi kurang memungkinkan. Permasalahannya
adalah bagaimana mengubah kebiasaan prilaku guru dalam kelas, mengubah
paradigma mengajar menjadi membelajarkan, sehingga misi KBK dapat terwujud.
Dengan paradigma yang berubah, mudah-mudahan kebiasaan murid yang bersifat
pasif sedikit demi sedikit akan berubah pula menjadi aktif.
Tulisan sederhana ini sengaja dibuat untuk para guru, yang
saya hormati dan saya banggakan, untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan,
semoga dengan sajian sederhana ini dapat dijadikan bekal untuk memperbaiki dan
meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran, sehingga kualitas amal
sholehnya melalui profesi guru menjadi meningkat pula. Tulisan ini membahas
tentang kompetensi siswa sesuai tuntutan kurikulum untuk sekedar mengingatkan,
model-model belajar agar memahami benar bagaimana siswa belajar yang efektif,
dan model pembelajaran yang bisa dipilih dan digunakan sesuai dengan situasi dan
kondisi siswa, materi, fasilitas, dan guru itu sendiri.
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik
dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran
merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan
ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap
dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah
proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.
Disisi lain
pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, tetapi
sebenarnya mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru
mengajar agar peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga
mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat
mempengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek
psikomotor) seorang peserta didik, namun proses pengajaran ini memberi kesan
hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan pengajar saja. Sedangkan pembelajaran
menyiratkan adanya interaksi antara pengajar dengan peserta didik.
1.2
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan utama dari penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Belajar Pembelajara
2.
Memahami karakteristik KTSP dalam proses
kegiantan belajar mengajar
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
2.1
Kompetensi
Siswa
Kompetensi (competency) adalah kata
baru dalam bahasa Indonesia yang artinya setara dengan kemampuan atau pangabisa
dalam bahasa Sunda. Siswa yang telah memiliki kompetensi mengandung arti bahwa
siswa telah memahami, memaknai dan memanfaatkan materi pelajaran yang telah
dipelajarinya. Dengan perkataan lain, ia telah bisa melakukan (psikomotorik)
sesuatu berdasarkan ilmu yang telah dimilikinya, yang pada tahap selanjutnya
menjadi kecakapan hidup (life skill). Inilah hakikat pembelajaran, yaitu
membekali siswa untuk bisa hidup mandiri kelak setelah ia dewasa tanpa
tergantung pada orang lain, karena ia telah memiliki komptensi, kecakapan hidu.
Dengan demikian belajar tidak cukup hanya sampai mengetahui dan memahami.
Kompetensi siswa yang harus dimilki
selama proses dan sesudah pembelajaran adalah kemampuan kognitif (pemahaman,
penalaran, aplikasi, analisis, observasi, identifikasi, investigasi,
eksplorasi, koneksi, komunikasi, inkuiri, hipotesis, konjektur, generalisasi,
kreativitas, pemecahan masalah), kemampuan afektif (pengendalian diri yang
mencakup kesadaran diri, pengelolaan suasana hati, pengendalian impulsi,
motivasi aktivitas positif, empati), dan kemampuan psikomotorik (sosialisasi
dan kepribadian yang mencakup kemampuan argumentasi, presentasi, prilaku).
Istilah psikologi kontemporer, kompetensi / kecakapan yang berkaitan dengan
kemampuan profesional (akademik, terutama kognitif) disebut dengan hard skill,
yang berkontribusi terhadap sukses individu sebesar 40 % . Sedangkan kompetensi
lainnya yang berkenaan dengan afektif dan psikomotorik yang berkaitan dengan
kemampuan kepribadian, sosialisasi, dan pengendalian diri disebut dengan soft
skill, yang berkontribusi sukses individu sebesar 60%. Suatu informasi yang
sangat penting dan sekaligus peringatan bagi kita semua.
2.2
Model-model
Belajar
Model-model belajar yang dimaksud
pada judul di atas adalah berbagai cara-gaya belajar siswa dalam aktivitas
pembelajaran, baik di kelas ataupun dalam kehidupannya sehari-hari antar sesama
temannya atau orang yang lebih tua. Dengan memahami model-model belajar ini,
diharapkan para guru (kita semua) dapat membelajarkan siswa secara efisien
sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif.
Ada
berbagai model belajar yang akan dibahas, yaitu:
1. Peta Pikiran
Buzan
(1993) mengemukakan bahwa:
”otak manusia bekerja
mengolah informasi melalui mengamati, membaca, atau mendengar tentang sesuatu
hal berbentuk hubungan fungsional antar bagian (konsep, kata kunci), tidak
parsial terpisah satu sama lain dan tidak pula dalam bentuk narasi kalimat
lengkap”
Sebagai contoh, kalau dalam pikiran kita ada kata (konsep)
Bajuri, maka akan terkait dengan kata lain secara fungsional, seperti gemuk,
supir bajay, kocak, sederhana, atau ke tokoh lain Oneng, Ema, Ucup, Hindun, dan
lain-lain dengan masing-masing karakternya. Dalam bidang studi keahlian anda,
misalnya ambil satu materi dalam pelajaran Matematika, Akuntansi, Agama, atau
yang lainnya. Silakan buat (tulis-gambar) peta pikiran yang terlintas kemudian
narasikan secara lisan. Tulisan atau gambar peta pikiran tersebut dinamakan
dengan peta konsep (concept map).
Selanjutnya
Buzan mengemukakan bahwa” cara belajar
siswa yang alami (natural) adalah sesuai dengan cara kerja otak seperti di atas
berupa pikiran”
Dengan demikian belajar akan efektif dengan cara membuat
catatan kreatif yang merupakan peta konsep, sehingga setiap konsep utama yang dipelajari
semuanya teridentifikasi tidak ada yang terlewat dan kaitan fungsionalnya
jelas, kemudian dinarasikan dengan gaya bahasa masing-masing. Dengan demikian
konsep mendapat retensi yang kuat dalam pikiran, mudah diingat dan dikembangkan
pada konsep lainnya. Belajar dengan menghafalkan kalimat lengkap tidak akan
efektif, di samping bahasa yang digunakan menggunakan gaya bahasa penulis.
Mengingat hal itu, sajian guru dalam pembelajaran harus pula dikondisikan
berupa sajian peta konsep, guru membumbuinya dengan narasi yang kreatif.
2.
Kecerdasan
Ganda
Goldman (2005) mengemukakan bahwa “struktur otak, sebagai instrumen kecerdasan, terbagi dua menjadi
kecerdasan intelektual pada otak kiri dan kecerdasan emosional pada otak kanan”.
Kecerdasan intelektual mengalir-bergerak (flow) antara
kebosanan bila tuntutan pemikiran rendah dan kecemasan bila terjadi tuntutan
banyak. Bila terjadi kebosanan otak akan mengisinya dengan aktivitas lain, jika
positif akan mengembangkan penalaran akan tetapi jika diisi dengan aktivitasa
negatif, misal kenakalan atau lamunan, inlah yang disebut dengan sia-sia atau
mubadzir (at tubadziru minasy-syaithon).
Sebaliknya jika tuntutan kerja otak tinggi akan terjadi
kecemasan-kelelahan. Kondisi ini akan bisa dinetralisir dengan relaksasi
melalui penciptaan suasana kondusif, misalnya keramahan, kelembutan,
senyum-tertawa, suasana nyaman dan menyenangkan, atau meditasi keheningan
dengan prinsip kepasrahan kepada sang Pencipta. Dengan demikian aktivitas otak
kiri semestinya dibarengi dengan aktivitas otak kanan.
Sel syaraf pada otak kiri berfungsi sebagai alat kecerdasan
yang sifatnya logis, sekuensial, linier, rasional, teratur, verbal, realitas,
ide, abstrak, dan simbolik. Sedangkan sela syaraf otak kanan berkaitan dengan
kecerdasan yang sifatnya acak, intuitif, holistic, emosional, kesadaran diri,
spasial, musik, dan kreativitas. Penting untuk diketahui bahawa kecerdasan
intelkektual berkontribusi untuk sukses individu sebesar 20% sedangkan
kecerdasan emosional sebesar 40%, siswanya sebanyak 40% dipengaruhi oleh hal
lainnya.
Ary Ginanjar (2002) dan Jalaluddin Rahmat (2006) mengukakan
kecerdasan ketiga, yaitu “Kecerdasan
Spiritual (nurani-keyakinan) atau kecerdasan fitrah yang berkenaan dengan
nilai-nilai kehidupan beragama”
Sebagai orang beragama, kita semestinya berkeyakinan tinggi
terhadap kecerdasan ini, bukankah ada ikhtiar dan ada pula taqdir, ada do’a
sebagai permintaan dan harapan, dan ibadah lainnya. Bukankan ketentraman
individu karena keyakinan beragama ini.
Gardner (1983) mengemukakan tentang “kecerdasan ganda yang sifatnya mulkti dengan akronim Slim n Bill,
yaitu Spacial-visual, Linguistic-verbal, Interpersonal-communication,
Musical-rithmic, natural, Body-kinestic, Intrapersonal-reflective,
Logic-thinking-reasoning”.
3.
Metakognitif
Secara harfiah, metakognitif bisa diterjemahkan secara bebas
sebagai kesadaran berfikir, berpikir tentang apa yang dipikirkan dan bagaimana
proses berpikirnya, yaitu aktivitas individu untuk memikirkan kembali apa yang
telah terpikir serta berpikir dampak sebagai akibat dari buah pikiran
terdahulu.
Sharples & Mathew (1998) mengemukakan pendapat “bahwa metakognitrif dapat dimanfaatkan
untuk menerapkan pola pikir pada situasi lain yang dihadapi”..
Komponen meta kognitif menurut Sharples & Mathew ada 7,
yaitu: “refleksi kognitif, strategi,
prediksi, koneksi, pertanyaan, bantuan, dan aplikasi. Sedangkan Holler berpendapat
tentang komponen metakognitif, yaitu: kesadaran, monitoring, dan regulasi.”
Metakognitif bisa digolongkan pada kemampuan kognitif tinggi
karena memuat unsure analisis, sintesis, dan evaluasi sebagai cikal bakal
tumbuhkembangnya kemampuan inkuiri dan kreativitas. Oleh karena itu pelaksanaan
pembelajaran semestinya membiasakan siswa untuk melatih kemampuan metakognitif
ini, tidak hanya berpikir sepintas dengan makna yang dangkal.
4.
Komunikasi
Siswa dalam belajar tidak akan lepas dari komunikasi antar
siswa, siswa dengan fasilitas belajar, ataupun dengan guru. Kemampuan
komunikasi setiap individu akan mempengaruhi proses dan hasil belajar yang
bersangkutan dan membentuk kepribadiannya, ada individu yang memiliki pribadi
positif dan ada pula yang berkpribadian negatif.
Perhatikan hasil penelitian Jack Canfield (1992), untuk kita
simak dan renungkan, “bahwa seorang anak
ayang masih polos-natural, setiap hari biasa menerima 460 komentar negatif dan
75 koentar positif dari oarng yang lebih tua dalam kehidupannya”.
Akibatnya sungguh mengejutkan, anak yang pada awalnya secara
alami penuh keyakinan, keberanian, suka tantangan, ingin mencoba, ingin tahu
dengan pengaruh komunikasi negatif yang lebih dominant dari orang
sekelilingnya, ternyata lama kelamaan keyakinannya terguncang dan rasa percaya
dirinya menurun, sehingga dia tumbuh menjadi penakut, pemalu, ragu-ragu,
menghindar, membiarkan, dan cemas. Dampak selanjutnya pada waktu bwersekolah,
belajar menjadi beban dan rasa ercaya dirinya berkurang. Makin lama ia makin
dewasa, pribadinya berpola negative, seperti pesimis, m\udah menyerah,
dikendalikan keadaan , prasangka, pembenaran, menimpakan kesalahan, dan sibuk
dengan alasan. Berbeda dengan individu yang memiliki pribadi positif, yaitu
optimis, mengendalikan keadaan, ada kebebasan memilih, punya alternative,
partisipatidf, dan mau memperbaiki diri.
5.
Kebermaknaan
Belajar
Dalam belajar apapun, belajar efektif (sesuai tujuan)
semestinya bermakna. Agar bermakna, belajar tidak cukup dengan hanya mendengar
dan melihat tetapi harus dengan melakukan aktivitas (membaca, bertanya,
menjawab, berkomentar, mengerjakan, mengkomunikasikan, presentasi, diskusi).
Dengan perkataan lain, pembelajaran adalah solusi tepat untuk pelaksanaan
kurikulum 2006, dan bukan dengan kegiatan mengajar.
Selanjutnya,
Vernon A Madnesen (1983) san Peter Sheal (1989) mengemukakan “bahwa kebermaknaan belajar tergantung
bagaimana cbelajar. Jika belajar hanya dngan membaca kebermaknaan bisa mencapai
10%, dari mendengar 20%, dari melihat 30%, mendengar dan melihat 50%,
mengatakan-komunikasi mencapai 70 %, da belajar dengan melakukan dan
mengkomunikasikan besa mencapai 90%.”
Drai uraian di atas implikasi terhadap pembelajaran adalah
bahwa kegiatan pembelajaran identik dengan aktivitas siswa secara optimal,
tidak cukuop dengan mendengar dan melihat, tepai harus dengan hands-on,
minds-on, konstruksivis, dan daily life (kontekstual).
6.
Konstruksivisme
Dalam paradigma pembelajaran, guru menyajikan persoalan dan
mendorong (encourage) siswa untuk mengidentifikasi, mengeksplorasi,
berhipotesis, berkonjektur, menggeneralisasi, dan inkuiri dengan cara mereka
sendiri untuk menyelesaikan persoalan yang disajikan. Sehingga jenis komunikasi
yang dilakukan antara guru-siswa tidak lagi bersifat transmisi sehingga
menimbulkan imposisi (pembebanan), melainkan lebih bersifat negosiasi sehingga
tumbuh suasana fasilitasi.
Dalam kondisi tersebut suasana menjadi kondusif (tut wuri
handayani) sehingga dalam belajar siswa bisa mengkonstruksi pengetahuan dan
opengalaman yang diperolehnya dengan pemaknaan yang lebih baik. Siswa membangun
sendiri konsep atau struktur materi yang dipelajarinya, tidak melalui
pemberitahuan oleh guru. Siswa tidak lagi menerima paket-paket konsep atau
aturan yang telah dikemas oleh guru, melainkan siswa sendiri ang mengemasnya.
Mungkin saja kemasannya tidak akurat, siswa yang satu dengan siswa lainnya
berbeda, atau mungkin terjadi eksalahan, di sinilah tugas guru memberikan
bantuan dan arahan (scalfolding) sebagai fasilitator dan pembimbing. Keslahan
siswa merupakan bagian dari belajar, jadi harus dihargai karena hal itu cirinya
ia sedang belajar, ikut partisipasi dan tidak menghindar dari aktivitas pembelajaran.
Hal inilah yang disebut dengan konstruksivisme dalam
pembelajaran, dan memang pembelajaran pada hakikatnya adalah konstruksivisme,
karena pembelajaran adalah aktivitas siswa yang sifatnbya proaktif dan reaktif
dalam membangun pengetahuan. Agar konstruksicvisme dapat terlaksana secara
optimal, Confrey (1990) menyarankan konstruksivisme secara utuh (powerfull
constructivism), yaitu: konsistensi internal, keterpaduan, kekonvergenan,
refeleksi-eksplanasi, kontinuitas historical, simbolisasi, koherensi, tindak
lanjut, justifikasi, dan sintaks (SOP).
7.
Prinsip
Belajar Aktif
Ada dua jenis belajar, yaitu belajar secara aktif dan secara
reaktif (pasif). Belajar secara aktif indikatornya adalah belajar pada setiap
situasi, menggunakan kesempatan untuk meraih manfaat, berupaya terlaksana, dan
partisipatif dalam setiap kegiatan. Sedangakan belajar reaktif indikatornya
adalah tidak dapat melihat adanya kesempatan belajart, mengabaikan kesempatan,
membiarkan segalanya terjadi, menghindar dari kegiatan.
Dari indikator belajar aktif, sesuai dengan pengertian
kegiatan pembelajaran di atas, maka prinsip belajar yang harus diterapkan
adalah siswa harus sebaga subjek, belajar dengan melakukan-mengkomunikasikan
sehingga kecerdasan emosionalnya dapat berkembang, seperti kemampuan
sosialisasi, empati dan pengendalian diri. Hal ini bisa terlatih melalui kerja
individual-kelompok,diskusi, presentasi, tanya-jawab, sehingga terpuku rasa
tanggung jawab dan disiplin diri.
Prinsip belajar yang dikemuakan leh Treffers (1991) adalah:
“memiliki indikatro mechanistic (latihan, mengerjakan),
structuralistic (terstrutur, sitematik, aksionmatik), empiristic (pngelaman
induktif-deduktif), dan realistic-human activity (aktivitas kehidupan nyata).
Prisip tersebut akan terwujud dengan melaksanakan pembelajaran dengan
memperhatikan keterlibatan intelektual-emosional, kontekstual-trealistik,
konstruksivis-inkuiri, melakukan-mengkomunikasikan, dan inklusif life skil”.
2.3
Model-model Pembelajaran
Untuk membelajarkan siswa sesuai
dengan cara-gaya belajar mereka sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai
dengan optimal ada berbagai model pembelajaran. Dalam prakteknya, kita (guru)
harus ingat bahwa tidak ada model pembelajaran yang paling tepat untuk segala
situasi dan kondisi. Oleh karena itu, dalam memilih model pembelajaran yang
tepat haruslah memperhatikan kondisi siswa, sifat materi bahan ajar,
fasilitas-media yang tersedia, dan kondisi guru itu sendiri.
Berikut ini disajikan beberapa model
pembelajaran, untuk dipilih dan dijadikan alternatif sehingga cocok untuk
situasi dan kjondisi yang dihadapi. Akan tetapi sajian yang dikemukakan
pengantarnya berupa pengertian dan rasional serta sintaks (prosedur) yang
sifatnya prinsip, modifikasinya diserahkan kepada guru untuk melakukan
penyesuaian, penulis yakin kreativitas para guru sangat tinggi.
1. Koperatif (CL, Cooperative Learning).
Pembelajaran koperatif sesuai dengan fitrah manusis sebagai
makhluq sosial yang penuh ketergantungan dengan otrang lain, mempunyai tujuan
dan tanggung jawab bersama, pembegian tugas, dan rasa senasib. Dengan
memanfaatkan kenyatan itu, belajar berkelompok secara koperatif, siswa dilatih
dan dibiasakan untuk saling berbagi (sharing) pengetahuan, pengalaman, tugas,
tanggung jawab. Saling membantu dan berlatih beinteraksi-komunikasi-sosialisasi
karena koperatif adalah miniature dari hidup bermasyarakat, dan belajar
menyadari kekurangan dan kelebihan masing-masing.
Jadi model pembelajaran koperatif adalah kegiatan
pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu
mengkontruksu konsep, menyelesaikan persoalan, atau inkuiri. Menurut teori dan
pengalaman agar kelompok kohesif (kompak-partisipatif), tiap anggota kelompok
terdiri dari 4 – 5 orang, siawa heterogen (kemampuan, gender, karekter), ada
control dan fasilitasi, dan meminta tanggung jawab hasil kelompok berupa
laporan atau presentasi.
2.
Kontekstual
(CTL, Contextual Teaching and Learning)
Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang dimulai
dengan sajian atau tanya jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang terkait
dengan dunia nyata kehidupan siswa (daily life modeling), sehingga akan terasa
manfaat dari materi yang akan disajkan, motivasi belajar muncul, dunia pikiran
siswa menjadi konkret, dan suasana menjadi kondusif – nyaman dan menyenangkan.
Pensip pembelajaran kontekstual adalah aktivitas siswa, siswa melakukan dan
mengalami, tidak hanya menonton dan mencatat, dan pengembangan kemampuan
sosialisasi.
Ada tujuh indokator pembelajarn kontekstual sehingga bisa
dibedakan dengan model lainnya, yaitu modeling (pemusatan perhatian, motivasi,
penyampaian kompetensi-tujuan, pengarahan-petunjuk, rambu-rambu, contoh),
questioning (eksplorasi, membimbing, menuntun, mengarahkan, mengembangkan,
evaluasi, inkuiri, generalisasi), learning community (seluruh siswa
partisipatif dalam belajar kelompok atau individual, minds-on, hands-on,
mencoba, mengerjakan), inquiry (identifikasi, investigasi, hipotesis,
konjektur, generalisasi, menemukan), constructivism (membangun pemahaman
sendiri, mengkonstruksi konsep-aturan, analisis-sintesis), reflection (reviu,
rangkuman, tindak lanjut), authentic assessment (penilaian selama proses dan
sesudah pembelajaran, penilaian terhadap setiap aktvitas-usaha siswa, penilaian
portofolio, penilaian seobjektif-objektifnya darei berbagai aspek dengan
berbagai cara).
3.
Realistik
(RME, Realistic Mathematics Education)
Realistic Mathematics Education (RME) dikembangkan oleh
Freud di Belanda dengan pola guided reinventiondalam mengkontruksi
konsep-aturan melalui process of mathematization, yaitu matematika horizontal
(tools, fakta, konsep, prinsip, algoritma, aturan uantuk digunakan dalam
menyelesaikan persoalan, proses dunia empirik) dan vertikal (reoorganisasi
matematik melalui proses dalam dunia rasio, pengemabngan mateastika).
Prinsip RME adalah aktivitas (doing) konstruksivis, realitas
(kebermaknaan proses-aplikasi), pemahaman (menemukan-informal daam konteks
melalui refleksi, informal ke formal), inter-twinment (keterkaitan-intekoneksi
antar konsep), interaksi (pembelajaran sebagai aktivitas sosial, sharing), dan
bimbingan (dari guru dalam penemuan).
4.
Pembelajaran
Langsung (DL, Direct Learning)
Pengetahuan yang bersifat informasi dan prosedural yang
menjurus pada ketrampilan dasar akan lebih efektif jika disampaikan dengan cara
pembelajaran langsung. Sintaknya adalah menyiapkan siswa, sajian informasi dan
prosedur, latihan terbimbing, refleksi, latihan mandiri, dan evaluasi. Cara ini
sering disebut dengan metode ceramah atau ekspositori (ceramah bervariasi).
5.
Pembelajaran
Berbasis masalah (PBL, Problem Based Learning)
Kehidupan adalah identik dengan menghadapi masalah. Model
pembelajaran ini melatih dan mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan
masalah yang berorientasi pada masalah otentik dari kehidupan aktual siswa,
untuk merangsang kemamuan berpikir tingkat tinggi. Kondisi yang tetap hatrus
dipelihara adalah suasana kondusif, terbuka, negosiasi, demokratis, suasana
nyaman dan menyenangkan agar siswa dap[at berpikir optimal.
Indikator model pembelajaran ini adalah metakognitif,
elaborasi (analisis), interpretasi, induksi, identifikasi, investigasi,
eksplorasi, konjektur, sintesis, generalisasi, dan inkuiri
6.
Problem
Solving
Dalam hal ini masalah didefinisikan sebagai suatu persoalan
yang tidak rutin, belum dikenal cara penyelesaiannya. Justru problem solving
adalah mencari atau menemukan cara penyelesaian (menemukan pola, aturan, atau
algoritma). Sintaknya adalah: sajiakn permasalah yang memenuhi criteria di
atas, siswa berkelompok atau individual mengidentifikasi pola atau atuiran yang
disajikan, siswa mengidentifkasi, mengeksplorasi,menginvestigasi, menduga, dan
akhirnya menemukan solusi
.
7.
Problem
Posing
Bentuk lain dari problem posing adaslah problem posing,
yaitu pemecahan masalah dngan melalui elaborasi, yaitu merumuskan kembali
masalah menjadi bagian-bagian yang lebih simple sehingga dipahami. Sintaknya
adalah: pemahaman, jalan keluar, identifikasi kekeliruan, menimalisasi
tulisan-hitungan, cari alternative, menyusun soal-pertanyaan.
8.
Problem
Terbuka (OE, Open Ended)
Pembelajaran dengan problem (masalah) terbuka artinya
pembelajaran yang menyajikan permasalahan dengan pemecahan berbagai cara
(flexibility) dan solusinya juga bisa beragam (multi jawab, fluency).
Pembelajaran ini melatih dan menumbuhkan orisinilitas ide, kreativitas,
kognitif tinggi, kritis, komunikasi-interaksi, sharing, keterbukaan, dan
sosialisasi. Siswa dituntuk unrtuk berimprovisasi mengembangkan metode, cara,
atau pendekatan yang bervariasi dalam memperoleh jawaban, jawaban siswa
beragam. Selanjtynya siswa juda diinta untuk menjelaskan proses mencapai
jawaban tersebut. Denga demikian model pembelajaran ini lebih mementingkan
proses daripada produk yang akan membentiuk pola piker, keterpasuan,
keterbukaan, dan ragam berpikir.
Sajian masalah haruslah kontekstual kaya makna secara
matematik (gunakan gambar, diagram, table), kembangkan peremasalahan sesuai
dengan kemampuan berpikir siswa, kaitakkan dengan materui selanjutnya, siapkan
rencana bimibingan (sedikit demi sedikit dilepas mandiri). Sintaknya adalah menyajikan
masalah, pengorganisasian pembelajaran, perhatikan dan catat reson siswa,
bimbingan dan pengarahan, membuat kesimpulan.
9.
Probing-prompting
Teknik probing-prompting adalah pembelajaran dengan cara
guru menyajikan serangkaian petanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali
sehingga terjadi proses berpikir yang mengaitkan engetahuan sisap siswa dan
engalamannya dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari. Selanjutnya siswa
memngkonstruksiu konsep-prinsip-aturan menjadi pengetahuan baru, dengan
demikian pengetahuan baru tidak diberitahukan.
Dengan model pembelajaran ini proses tanya jawab dilakukan
dengan menunjuk siswa secara acak sehingga setiap siswa mau tidak mau harus
berpartisipasi aktif, siswa tidak bisa menghindar dari prses pembelajaran,
setiap saat ia bisa dilibatkan dalam proses tanya jawab. Kemungkinan akan
terjadi sausana tegang, namun demikian bisa dibiasakan. Untuk mngurang kondisi
tersebut, guru hendaknya serangkaian pertanyaan disertai dengan wajah ramah,
suara menyejukkan, nada lembut. Ada canda, senyum, dan tertawa, sehingga
suasana menjadi nyaman, menyenangkan, dan ceria. Jangan lupa, bahwa jawaban
siswa yang salah harus dihargai karena salah adalah cirinya dia sedang belajar,
ia telah berpartisipasi
10. Pembelajaran Bersiklus (Cycle learning)
Ramsey (1993) mengemukakan bahwa “pembelajaran efektif secara bersiklus, mulai dari eksplorasi
(deskripsi), kemudian eksplanasi (empiric), dan diakhiri dengan aplikasi
(aduktif). Eksplorasi berarti menggali pengetahuan rasyarat, eksplnasi berarti
menghenalkan konsep baru dan alternative pemecahan, dan aplikasi berarti
menggunakan konsep dalam konteks yang berbeda”
11. Reciprocal Learning
Weinstein & Meyer (1998) mengemukakan bahwa” dalam pembelajaran harus memperhatikan
empat hal, yaitu bagaimana siswa belajar, mengingat, berpikir, dan memotivasi
diri. Sedangkan Resnik (1999) mwengemukan bhawa belajar efektif dengan cara
membaca bermakna, merangkum, bertanya, representasi, hipotesis”.
Untuk mewujudkan belajar efektif, Donna Meyer (1999)
mengemukakan cara pembelajaran resiprokal, yaitu: “informasi, pengarahan, berkelompok mengerjakan LKSD-modul,
membaca-merangkum.”
12. SAVI
Pembelajaran SAVI adalah pembelajaran yang menekankan bahwa
belajar haruslah memanfaatkan semua alat indar yang dimiliki siswa. Istilah
SAVI sendiri adalah kependekan dari: Somatic yang bermakna gerakan tubuh
(hands-on, aktivitas fisik) di mana belajar dengan mengalami dan melakukan;
Auditory yang bermakna bahwa belajar haruslah dengan melaluui mendengarkan,
menyimak, berbicara, presentasi, argumentasi, mengemukakan penndepat, dan
mennaggapi; Visualization yang bermakna belajar haruslah menggunakan indra mata
melallui mengamati, menggambar, mendemonstrasikan, membaca, menggunbakan media
dan alat peraga; dan Intellectualy yang bermakna bahawa belajar haruslah
menggunakan kemampuan berpikir (minds-on) nbelajar haruslah dengan konsentrasi
pikiran dan berlatih menggunakannya melalui bernalar, menyelidiki,
mengidentifikasi, menemukan, mencipta, mengkonstruksi, memecahkan masalah, dan
menerapkan.
13. TGT (Teams Games Tournament)
Penerapan model ini dengan cara mengelompokkan siswa
heterogen, tugas tiap kelompok bisa sama bis aberbeda. SDetelah memperoleh
tugas, setiap kelompok bekerja sama dalam bentuk kerja individual dan diskusi.
Usahakan dinamikia kelompok kohesif dan kompak serta tumbuh rasa kompetisi
antar kelompok, suasana diskuisi nyaman dan menyenangkan sepeti dalam kondisi
permainan (games) yaitu dengan cara guru bersikap terbuka, ramah , lembut,
santun, dan ada sajian bodoran. Setelah selesai kerja kelompok sajikan hasil
kelompok sehuingga terjadi diskusi kelas.
Jika waktunya memungkinkan TGT bisa dilaksanakan dalam
beberapa pertemuan, atau dalam rangak mengisi waktu sesudah UAS menjelang
pembagian raport. Sintaknya adalah sebagai berikut:
a. Buat kelompok siswa heterogen 4
orang kemudian berikan informasi pokok materi dan \mekanisme kegiatan
b. Siapkan meja turnamen secukupnya,
missal 10 meja dan untuk tiap meja ditempati 4 siswa yang berkemampuan setara,
meja I diisi oleh siswa dengan level tertinggi dari tiap kelompok dan
seterusnya sampai meja ke-X ditepati oleh siswa yang levelnya paling rendah.
Penentuan tiap siswa yang duduk pada meja tertentu adalah hasil kesewpakatan
kelompok.
c. Selanjutnya adalah opelaksanaan
turnamen, setiap siswa mengambil kartu soal yang telah disediakan pada tiap
meja dan mengerjakannya untuk jangka waktu terttentu (misal 3 menit). Siswa
bisda nmngerjakan lebbih dari satu soal dan hasilnya diperik\sa dan dinilai,
sehingga diperoleh skor turnamen untuk tiap individu dan sekaligus skor
kelompok asal. Siswa pada tiap meja tunamen sesua dengan skor yang
dip[erolehnay diberikan sebutan (gelar) superior, very good, good, medium.
Bumping, pada turnamen kedua (
begitu juga untuk turnamen ketiga-keempat dst.), dilakukan pergeseran tempat
duduk pada meja turnamen sesuai dengan sebutan gelar tadi, siswa superior dalam
kelompok meja turnamen yang sama, begitu pula untuk meja turnamen yang lainnya
diisi oleh siswa dengan gelar yang sama.
e. Setelah selesai hitunglah skor
untuk tiap kelompok asal dan skor individual, berikan penghargaan kelompok dan
individual.
14. VAK (Visualization, Auditory, Kinestetic)
Model pebelajaran ini menganggap bahwa pembelajaran akan
efektif dengan memperhatikan ketiga hal tersebut di atas, dengan perkataan lain
manfaatkanlah potensi siwa yang telah dimilikinya dengan melatih, mengembangkannya.
Istilah tersebut sama halnya dengan istilah pada SAVI, dengan somatic ekuivalen
dengan kinesthetic.
15. AIR (Auditory, Intellectualy, Repetition)
Model pembelajaran ini mirip dengan SAVI dan VAK, bedanya
hanyalah pada Repetisi yaitu pengulangan yang bermakna pendalama, perluasan,
pemantapan dengan cara siswa dilatih melalui pemberian tugas atau quis.
16. TAI (Team Assisted Individualy)
Terjemahan bebas dari istilah di atas adalah Bantuan
Individual dalam Kelompok (BidaK) dengan karateristirk bahwa (Driver, 1980)
tanggung jawab vbelajar adalah pada siswa. Oleh karena itu siswa harus
membangun pengetahuan tidak menerima bentuk jadi dari guru. Pola komunikasi
guru-siswa adalah negosiasi dan bukan imposisi-intruksi.
Sintaksi BidaK menurut Slavin (1985) adalah: “(1) buat kelompok heterogen dan berikan
bahan ajar berupak modul, (2) siswa belajar kelompok dengan dibantu oleh siswa
pandai anggota kelompok secara individual, saling tukar jawaban, saling berbagi
sehingga terjadi diskusi, (3) penghargaan kelompok dan refleksi serta tes
formatif.”
17. STAD (Student Teams Achievement Division)
STAD adalah salah sati model pembelajaran koperatif dengan
sintaks: pengarahan, buat kelompok heterogen (4-5 orang), diskusikan bahan
belajar-LKS-modul secara kolabratif, sajian-presentasi kelompok sehingga
terjadi diskusi kelas, kuis individual dan buat skor perkembangan tiap siswa
atau kelompok, umumkan rekor tim dan individual dan berikan reward.
18. NHT (Numbered Head Together)
NHT adalah salah satu tipe dari pembelajaran koperatif
dengan sintaks: pengarahan, buat kelompok heterogen dan tiap siswa memiliki
nomor tertentu, berikan persoalan materi bahan ajar (untuk tiap kelompok sama
tapi untuk tiap siswa tidak sama sesuai dengan nomor siswa, tiasp siswa dengan
nomor sama mendapat tugas yang sama) kemudian bekerja kelompok, presentasi
kelompok dengan nomnor siswa yang sama sesuai tugas masing-masing sehingga
terjadi diskusi kelas, kuis individual dan buat skor perkembangan tiap siswa,
umumkan hasil kuis dan beri reward.
19. Jigsaw
Model pembeajaran ini termasuk pembelajaran koperatif dengan
sintaks sepeerti berikut ini. Pengarahan, informasi bahan ajar, buat kelompok
heterogen, berikan bahan ajar (LKS) yang terdiri dari beberapa bagian sesuai
dengan banyak siswa dalam kelompok, tiap anggota kelompok bertugas membahasa
bagian tertentu, tuiap kelompok bahan belajar sama, buat kelompok ahli sesuai
bagian bahan ajar yang sama sehingga terjadi kerja sama dan diskusi, kembali ke
kelompok aasal, pelaksnaa tutorial pada kelompok asal oleh anggotan kelompok
ahli, penyimpulan dan evaluasi, refleksi.
20. TPS (Think Pairs Share)
Model pembelajaran ini tergolong tipe koperatif dengan
sintaks: Guru menyajikan materi klasikal, berikan persoalan kepada siswa dan
siswa bekerja kelompok dengan cara berpasangan sebangku-sebangku (think-pairs),
presentasi kelompok (share), kuis individual, buat skor perkembangan tiap
siswa, umumkan hasil kuis dan berikan reward.
21. GI (Group Investigation)
Model koperatif tipe GI dengan sintaks: Pengarahan, buat kelompok
heterogen dengan orientasi tugas, rencanakan pelaksanaan investigasi, tiap
kelompok menginvestigasi proyek tertentu (bisa di luar kelas, misal mengukur
tinggi pohon, mendata banyak dan jenis kendaraan di dalam sekolah, jenis
dagangan dan keuntungan di kantin sekolah, banyak guru dan staf sekolah),
pengoalahn data penyajian data hasi investigasi, presentasi, kuis individual,
buat skor perkem\angan siswa, umumkan hasil kuis dan berikan reward.
22. MEA (Means-Ends Analysis)
Model pembelajaran ini adalah variasi dari pembelajaran
dengan pemecahan masalah dengan sintaks: sajikan materi dengan pendekatan
pemecahan masalah berbasis heuristic, elaborasi menjadi sub-sub masalah yang
lebih sederhana, identifikasi perbedaan, susun sub-sub masalah sehingga
terjadli koneksivitas, pilih strategi solusi
23. CPS (Creative Problem Solving)
Ini juga merupakan variasi dari pembelajaran dengan
pemecahan masalah melalui teknik sistematik dalam mengorganisasikan gagasan
kreatif untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Sintaksnya adalah: mulai dari
fakta aktual sesuai dengan materi bahan ajar melalui tanya jawab lisan,
identifikasi permasalahan dan fokus-pilih, mengolah pikiran sehingga muncul
gagasan orisinil untuk menentukan solusi, presentasi dan diskusi.
24. TTW (Think Talk Write)
Pembelajaran ini dimulai dengan berpikir melalui bahan
bacaan (menyimak, mengkritisi, dan alternative solusi), hasil bacaannya
dikomunikasikan dengan presentasi, diskusi, dan kemudian buat laopran hasil
presentasi. Sinatknya adalah: informasi, kelompok
(membaca-mencatatat-menandai), presentasi, diskusi, melaporkan.
25. TS-TS (Two Stay – Two Stray)
Pembelajaran model ini adalah dengan cara siswa berbagi
pengetahuan dan pengalaman dengan kelompok lain. Sintaknya adalah kerja
kelompok, dua siswa bertamu ke kelompok lain dan dua siswa lainnya tetap di
kelompoknya untuk menerima dua orang dari kelompok lain, kerja kelompok,
kembali ke kelompok asal, kerja kelompok, laporan kelompok
.
26. CORE (Connecting, Organizing, Refleting, Extending)
Sintaknya adalah (C) koneksi informasi lama-baru dan antar
konsep, (0) organisasi ide untuk memahami materi, (R) memikirkan kembali,
mendalami, dan menggali, (E) mengembangkan, memperluas, menggunakan, dan
menemukan.
27. SQ3R (Survey, Question, Read, Recite, Review)
Pembelajaran ini adalah strategi membaca yang dapat
mengembangkan meta kognitif siswa, yaitu dengan menugaskan siswa untuk membaca
bahan belajar secara seksama-cermat, dengan sintaks: Survey dengan mencermati
teks bacaan dan mencatat-menandai kata kunci, Question dengan membuat
pertanyaan (mengapa-bagaimana, darimana) tentang bahan bacaan (materi bahan
ajar), Read dengan membaca teks dan cari jawabanya, Recite dengan pertimbangkan
jawaban yang diberikan (cartat-bahas bersama), dan Review dengan cara meninjau
ulang menyeluruh
28. SQ4R (Survey, Question, Read, Reflect, Recite, Review)
SQ4R adalah pengembangan dari SQ3R dengan menambahkan unsur
Reflect, yaitu aktivitas memberikan contoh dari bahan bacaan dan membayangkan
konteks aktual yang relevan.
29. MID (Meaningful Instructionnal Design)
Model ini adalah pembnelajaran yang mengutyamakan
kebermaknaan belajar dan efektifivitas dengan cara membuat kerangka
kerja-aktivitas secara konseptual kognitif-konstruktivis. Sintaknya adalah (1)
lead-in dengan melakukan kegiatan yang terkait dengan pengalaman, analisi
pengalaman, dan konsep-ide; (2) reconstruction melakukan fasilitasi pengalaan
belajar; (3) production melalui ekspresi-apresiasi konsep
30.
KUASAI
Pembelajaran akan efektif dengan melibatkan enam tahap
berikut ini, Kerangka pikir untuk sukses, Uraikan fakta sesuai dengan gaya
belajar, Ambil pemaknaan (mengetahui-memahami-menggunakan-memaknai), Sertakan
ingatan dan hafalkan kata kunci serta koneksinya, Ajukan pengujian pemahaman,
dan Introspeksi melalui refleksi diri tentang gaya belajar.
31. CRI (Certainly of Response Index)
CRI digunakan untuk mengobservasi proses pembelajaran yang
berkenaan dengan tingkat keyakinan siswa tentang kemampuan yang dimilkinya
untuk memilih dan menggunakan pengetahuan yang telah dimilikinya. Hutnal (2002)
mengemukakan bahwa CRI menggunakan rubric dengan penskoran 0 untuk totally
guested answer, 1 untuk amost guest, 2 untuk not sure, 3 untuk sure, 4 untuk
almost certain, dn 5 untuk certain.
32. DLPS (Double Loop Problem Solving)
DPLS adalah variasi dari pembelajaran dengan pemecahan
masalah dengan penekanan pada pencarian kausal (penyebab) utama daritimbulnya
masalah, jadi berkenaan dengan jawaban untuk pertanyaan mengapa. Selanutnya
menyelesaikan masalah tersebut dengan cara menghilangkan gap uyang menyebabkan
munculnya masalah tersebut.
Sintaknya adalah: identifkasi, deteksi kausal, solusi
tentative, pertimbangan solusi, analisis kausal, deteksi kausal lain, dan
rencana solusi yang terpilih. Langkah penyelesdai maslah sebagai berikurt:
menuliskan pernyataan masalah awal, mengelompokkan gejala, menuliskan
pernyataan masalah yang telah direvisi, mengidentifikasui kausal, imoplementasi
solusi, identifikasi kausal utama, menemukan pilihan solusi utama, dan
implementasi solusi utama.
33. DMR (Diskursus Multy Reprecentacy)
DMR adalah pembelajaran yang berorientasi pada pembentukan,
penggunaan, dan pemanfaatan berbagai representasi dengan setting kelas dan
kerja kelompok. Sintaksnya adalah: persiapan, pendahuluan, pengemabangan,
penerapan, dan penutup.
34. CIRC (Cooperative, Integrated, Reading, and Composition)
Terjemahan bebas dari CIRC adalah komposisi terpadu membaca
dan menulis secara koperatif –kelompok. Sintaksnya adalah: membentuk kelompok
heterogen 4 orang, guru memberikan wacana bahan bacaan sesuai dengan materi
bahan ajar, siswa bekerja sama (membaca bergantian, menemukan kata kunci,
memberikan tanggapan) terhadap wacana kemudian menuliskan hasil kolaboratifnya,
presentasi hasil kelompok, refleksi.
35. IOC (Inside Outside Circle)
IOC adalah mode pembelajaran dengan sistim lingkaran kecil
dan lingkaran besar (Spencer Kagan, 1993) di mana siswa saling membagi
informasi pada saat yang bersamaan dengan pasangan yang berbeda dengan ssingkat
dan teratur. Sintaksnya adalah: Separu dari sjumlah siswa membentuk lingkaran
kecil menghadap keluar, separuhnya lagi membentuk lingkaran besar menghadap ke
dalam, siswa yang berhadapan berbagi informasi secara bersamaan, siswa yang
berada di lingkran luar berputar keudian berbagi informasi kepada teman (baru)
di depannya, dan seterusnya
36. Tari Bambu
Model pembelajaran ini memberuikan kesempatan kepada siswa
untuk berbagi informasi pada saat yang bersamaan dengan pasangan yang berbeda
secara teratur. Strategi ini cocok untuk bahan ajar yang memerlukan pertukartan
pengalaman dan pengetahuan antar siswa. Sintaksnya adalah: Sebagian siswa
berdiri berjajar di depoan kelas atau di sela bangku-meja dan sebagian siswa
lainnya berdiri berhadapan dengan kelompok siswa opertama, siswa yang
berhadapan berbagi pengalkaman dan pengetahuan, siswa yang berdiri di ujung
salah satui jajaran pindah ke ujunug lainnya pada jajarannya, dan kembali
berbagai informasi
.
37. Artikulasi
Artikulasi adlah mode pembelajaran dengan sintaks:
penyampaian konpetensi, sajian materi, bentuk kelompok berpasangan sebangku,
salah satu siswa menyampaikan materi yang baru diterima kepada pasangannya
kemudian bergantian, presentasi di depan hasil diskusinya, guru membimbing
siswa untuk menyimpulkan.
38. Debate
Debat adalah model pembalajaranb dengan sisntaks: siswa
menjadi 2 kelompok kemudian duduk berhadapan, siswa membaca materi bahan ajar
untuk dicermati oleh masing-masing kelompok, sajian presentasi hasil bacaan
oleh perwakilan salah satu kelompok kemudian ditanggapi oleh kelompok lainnya
begitu setrusnya secara bergantian, guru membimbing membuat kesimpulan dan
menambahkannya biola perlu.
39. Role Playing
Sintak dari model pembelajaran ini adalah: guru menyiapkan
scenario pembelajaran, menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari scenario
tersebut, pembentukan kelompok siswa, penyampaian kompetensi, menunjuk siswa
untuk melakonkan scenario yang telah dipelajarinya, kelompok siswa membahas
peran yang dilakukan oleh pelakon, presentasi hasil kelompok, bimbingan
penimpoulan dan refleksi.
40. Talking Stick
Suintak pembelajana ini adalah: guru menyiapkan tongkat,
sajian materi pokok, siswa mebaca materi lengkap pada wacana, guru mengambil
tongkat dan memberikan tongkat kepada siswa dan siswa yang kebagian tongkat
menjawab pertanyaan dari guru, tongkat diberikan kepad siswa lain dan guru memberikan
petanyaan lagi dan seterusnya, guru membimbing kesimpulan-refleksi-evaluasi.
41. Snowball Throwing
Sintaknya adalah: Informasi materi secara umum, membentuk
kelompok, pemanggilan ketua dan diberi tugas membahas materi tertentu di
kelompok, bekerja kelompok, tiap kelompok menuliskan pertanyaan dan diberikan
kepada kelompok lain, kelompok lain menjawab secara bergantian, penyuimpulan,
refleksi dan evaluasi
42. Student Facilitator and Explaining
Langkah-langkahnya adalah: informasi kompetensi, sajian materi,
siswa mengembangkannya dan menjelaskan lagi ke siswa lainnya, kesimpulan dan
evaluasi, refleksi.
43. Course Review Horay
Langkah-langkahnya: informasi kompetensi, sajian materi,
tanya jawab untuk pemantapan, siswa atau kelompok menuliskan nomor sembarang dan
dimasukkan ke dalam kotak, guru membacakan soal yang nomornya dipilih acak,
siswa yang punya nomor sama dengan nomor soal yang dibacakan guru berhak
menjawab jika jawaban benar diberi skor dan siswa menyambutnya dengan yel hore
atau yang lainnya, pemberian reward, penyimpulan dan evaluasi, refleksi.
44. Demonstration
Pembelajaran ini khusu untuk materi yang memerlukan peragaan
media atau eksperimen. Langkahnya adalah: informasi kompetensi, sajian gambaran
umum materi bahan ajar, membagi tugas pembahasan materi untuk tiap kelompok,
menunjuk siswa atau kelompok untuk mendemonstrasikan bagiannya, dikusi kelas,
penyimpulan dan evaluasi, refleksi.
45. Explicit Instruction
Pembelajaran ini cocok untuk menyampaikan materi yang
sifatnya algoritma-prosedural, langkah demi langkah bertahap. Sintaknya adalah:
sajian informasi kompetensi, mendemontrasikan pengetahuan dan ketrampilan
procedural, membimbing pelatihan-penerapan, mengecek pemahaman dan balikan,
penyimpulan dan evaluasi, refleksi.
46. Scramble
Sintaknya adalah: buatlah kartu soal sesuai marteri bahan
ajar, buat kartu jawaban dengan diacak nomornya, sajikan materi, membagikan
kartu soal pada kelompok dan kartu jawaban, siswa berkelompok mengerjakan soal
dan mencari kartu soal untuk jawaban yang cocok.
47. Pair Checks
Siswa berkelompok berpasangan sebangku, salah seorang
menyajikan persoalan dan temannya mengerjakan, pengecekan kebenaran jawaban,
bertukar peran, penyimpulan dan evaluasi, refleksi.
48. Make-A Match
Guru menyiapkan kartu yang berisi persoalan-permasalahan dan
kartu yang berisi jawabannya, setiap siswa mencari dan mendapatkan sebuah kartu
soal dan berusaha menjawabnya, setiap siswa mencari kartu jawaban yang cocok
dengan persoalannya siswa yang benar mendapat nilai-reward, kartu dikumpul lagi
dan dikocok, untuk badak berikutnya pembelajaran seperti babak pertama,
penyimpulan dan evaluasi, refleksi.
49. Mind Mapping
Pembelajaran ini sangat
cocok untuk mereview pengetahuan awal siswa. Sintaknya adalah: informasi
kompetensi, sajian permasalahan terbuka, siswa berkelompok untuk menanggapi dan
membuat berbagai alternatiu jawababn, presentasi hasuil diskusi kelompok, siswa
membuat kesimpulan dari hasil setiap kelompok, evaluasi dan refleksi.
50. Examples Non Examples
Persiapkan gambar, diagram,
atau tabel sesuai materi bahan ajar dan kompetensi, sajikan gambar ditempel
atau pakai OHP, dengan petunjuk guru siswa mencermati sajian, diskusi kelompok
tentang sajian gambar tadi, presentasi hasil kelompok, bimbingan penyimpulan,
valuasi dan refleksi.
51. Picture and Picture
Sajian informasi kompetensi, sajian materi, perlihatkan
gambar kegiatan berkaitan dengan materi, siswa (wakil) mengurutkan gambar
sehingga sistematik, guru mengkonfirmasi urutan gambar tersebut, guru
menanamkan konsep sesuai materi bahan ajar, penyimpulan, evaluasi dan refleksi.
52. Cooperative Script
Buat kelompok berpasangan sebangku, bagikan wacana materi
bahan ajar, siswa mempelajari wacana dan membuat rangkuman, sajian hasil diskusi
oleh salah seorang dan yang lain menanggapi, bertukar peran, penyimpulan,
evaluasi dan refleksi.
53. LAPS-Heuristik
Heuristik adalah rangkaian pertanyaan yang bertisfat
tuntunan dalam rangaka solusi masalah. LAPS ( Logan Avenue Problem Solving)
dengan kata Tanya apa masalahnya, adakah alternative, apakah bermanfaat, apakah
solusinya, dan bagaimana sebaiknya mengerjakannya. Sintaks: pemahaman masalah,
rencana, solusi, dan pengecekan.
54. Improve
Improve singkatan dari Introducing new concept,
Metakognitive questioning, Practicing, Reviewing and reducing difficulty,
Obtaining mastery, Verivication, Enrichment. Sintaknya adalah sajian pertanyaan
untuk mengantarkan konsep, siswa latian dan bertanya,
balikan-perbnaikan-pengayaan-interaksi.
55. Generatif
Basi gneratif adalah konstruksivisme dengan sintaks
orintasi-motivasi, pengungkapan ide-konsep awal, tantangan dan restruturisasi
sajiankonsep, aplikasi, ranguman, evaluasi, dan refleksi
56. Circuit Learning
Pembelajaran ini adalah dengan memaksimalkan pemberdayaan pikiran
dan perasaan dengan pola bertambah dan mengulang. Sintaknya adalah kondisikan
situasi belajar kondusif dan focus, siswa membuat catatan kreatif sesuai dengan
pola pikirnya-peta konsep-bahasa khusus, Tanya jawab dan refleksi
57. Complete Sentence
Pembelajaran dengan model melengkapi kalimat adalah dengan
sintakas: sisapkan blanko isian berupa aparagraf yang kalimatnya belum lengkap,
sampaikan kompetensi, siswa ditugaskan membaca wacana, guru membentuk kelompok,
LKS dibagikan berupa paragraph yang kaliatnya belum lengkap, siswa berkelompok
melengkapi, presentasi.
58. Concept Sentence
Prosedurnya adalah penyampaian kompetensi, sajian materi,
membentuk kelompok heterogen, guru menyiapkan kata kunci sesuai materi bahan
ajar, tia kelompok membeuat kalimat berdasarkankata kunci, presentasi.
59. Time Token
Model ini digunakan (Arebds, 1998) untuk melatih dan
mengembangkan ketrampilan sosial agar siswa tidak mendominasi pembicaraan atau
diam sama sekali. Langkahnya adalah kondisikan kelas untuk melaksanakan
diskusi, tiap siswa diberi kupon bahan pembicaraan (1 menit), siswa berbicara
(pidato-tidak membaca) berdasarkan bahan pada kupon, setelah selesai kupon
dikembalikan.
60. Take and Give
Model pembelajaran menerima dan memberi adalah dengan
sintaks, siapkan kartu dengan yang berisi nama siswa – bahan belajar – dan nama
yang diberi, informasikan kompetensi, sajian materi, pada tahap pemantapan tiap
siswa disuruh berdiri dan mencari teman dan saling informasi tentang materi
atau pendalaman-perluasannya kepada siswa lain kemudian mencatatnya pada kartu,
dan seterusnya dengan siswa lain secara bergantian, evaluasi dan refleksi
61. Superitem
Pembelajaran ini dengan cara memberikan tugas kepada siswa
secara bertingkat-bertahap dari simpel ke kompleks, berupa opemecahan masalah.
Sintaksnya adalah ilustrasikan konsep konkret dan gunakan analogi, berikan
latihan soal bertingkat, berikan sal tes bentuk super item, yaitu mulai dari
mengolah informasi-koneksi informasi, integrasi, dan hipotesis.
62. Hibrid
Model hibrid adalah gabungan dari beberapa metode yang
berkenaan dengan cara siswa mengadopsi konsep. Sintaknya adalah pembelajaran
ekspositori, koperatif-inkuiri-solusi-workshop, virtual workshop menggunakan
computer-internet.
63. Treffinger
Pembelajaran kreatif dengan basis kematangan dan pengetahuan
siap. Sintaks: keterbukaan-urun ide-penguatan, penggunaan ide kreatif-konflik
internal-skill, proses rasa-pikir kreatif dalam pemecahan masalah secara
mandiri melalui pemanasan-minat-kuriositi-tanya, kelompok-kerjasama,
kebebasan-terbuka, reward.
64. Kumon
Pembelajaran dengan mengaitkan antar konsep, ketrampilan,
kerja individual, dan menjaga suasana nyaman-menyenangkan. Sintaksnya adalah:
sajian konsep, latihan, tiap siswa selesai tugas langsung diperiksa-dinilai,
jika keliru langsung dikembalikan untuk diperbaiki dan diperiksa lagi, lima
kali salah guru membimbing.
65. Quantum
Memandang pelaksanaan pembelajaran seperti permainan musik
orkestra-simfoni. Guru harus menciptakan suasana kondusif, kohesif, dinamis,
interaktif, partisipatif, dan saling menghargai. Prinsip quantum adalah semua
berbicara-bermakna, semua mempunyai tujuan, konsep harus dialami, tiap usaha
siswa diberi reward. Strategi quantum adalah tumbuhkan minat dengan AMBak,
alami-dengan dunia realitas siswa, namai-buat generalisasi sampai konsep,
demonstrasikan melalui presentasi-komunikasi, ulangi dengan Tanya
jawab-latihan-rangkuman, dan rayakan dengan reward dengan
senyum-tawa-ramah-sejuk-nilai-harapan.
Rumus quantum fisika asdalah E = mc2, dengan E =
energi yang diartikan sukses, m = massa yaitu potensi diri
(akal-rasa-fisik-religi), c = communication, optimalkan komunikasi + dengan
aktivitas optimal.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik
dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran
merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan
ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap
dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah
proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.
Kehidupan akan terasa indah apabila ada variasi, sebaliknya
akan terasa membosankan jika segalanya monoton tak berubah. Perubahan kea rah
perbaikan adalah tuntutan alamiah yang menjadi kebutuhan setiap insane dalam
setiap kehidupan.
Manusia telah dibekali akal dan rasa untuk berkreasi,
menciptakan inovasi, agar segalanya berubah ke arah yang lebih baik dengan
ikhtiar mulai dari diri sendiri. Begitu pulal dalam pembelajaran, penciptaan
suasan kondusif perlu dilakukan, karena unsur rasa dalam berpikir selalu turut
serta dan tak bisa dipisahkan. Oleh karena itu penciptaan suasana kondusif
perlu dilakukan sehingga dalam belajar siswa tidak lagi merasa cemas, tidak
lagi takut dalam berpartisipasi, tidak lagi dirasakan sebagai kewajiban,
melainkan memnjadi kesadaran dan kebutuhan, dalam suasana perasaan yang nyaman
dan menyenangkan.
Salah satu cara untuk menciptakan suasan yang nyaman dan
menyenangkan sert terhndar dari kevbiosanan adalah dengan memahami dan
melaksanakan model belajar yang dilakukan siswa, komunikasi positif yang
efektif, dan model pembelajaran yang inovatif
3.2 Saran.
Adapun saran yang mungkin bisa
penulis sampaikan kepada para pembaca diantaranya:
1. Perlunya proses belajar pembelajaran
yang sesuai dengan yang dibutuhkan agara bisa mendapaktkan hasil yang optimal.
2. Harus adanya tindakan lebih lanjut
dalam pembuatan makalah in agar adanya perbaikan pada hal yang lebih baik.
.
Daftar Pustaka
Dimyati
dan Mujiono.2006. Belajar Pempelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Ary
Ginanjar Agustian (2002). Emotional Spritual Quotient (ESQ). Jakarta:
Arga.
Burton,
L (1993). The Constructivist Classroom Education in Profile. Perth:
Edith Cowan University.
Buzan,
Tony (1989). Use Both Sides of Yoru Brain, 3rd ed. New York: Penguin
Books.
Cord
(2001). What is Contextual Learning. WWI Publishing Texas: Waco.
De
Porter, Bobbi (1992). Quantum Learning. New York: Dell Publishing.
Ditdik
SLTP (2002). Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning, CTL).
Jakarta.:Depdiknas.
Erman,
S.Ar., dkk. (2002). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.
Bandung: JICA-FPMIPA.
Gardner,
Howard (1985). Frame of Mind: The Theory of Multiple Ilntelligences. New
York: Basic Bools.
Goleman,
Daniel (1995). Emotional Intelligence. New York: Bantam Books.
0 comments: