Wednesday 28 September 2011




UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS DAN KUANTITAS PENDIDIKAN BAGI SISWA DENGAN MENERAPKAN SISITEM
 PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH (PLS) YANG
 BERSIPAT BELAJAR BERKELAJUTAN


MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Menempuh Ujian di STKIP Pasundan Cimahi

 






Disusun oleh:

UJANG MURANA WIJAYA
NPM. 09510033




SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILAMU PENDIDIKAN
 (STKIP) PASUNDAN CIMAHI
2011
BAB I
PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang
Pendidikan luar sekolah sebenarnya bukanlah barang baru dalam khasanah budaya dan peradaban manusia. Pendidikan luar sekolah telah hidup dan menyatu di dalam kehidupan setiap masyarakat jauh sebelum muncul dan memasyarakatnya sistem persekolahan. PLS mempunyai bentuk dan pelaksanaan yang berbeda dengan sistem yang sudah ada di pendidikan persekolahan. PLS timbul dari konsep pendidikan seumur hidup dimana kebutuhan akan pendidikan tidak hanya pada pendidikan persekolahan/pendidikan formal saja. PLS pelaksanaannya lebih ditekankan kepada pemberian keahlian dan keterampilan dalam suatu bidang tertentu.
Berbagai kelemahan sistem persekolahan dimuntahkan, terutama pada aspek-aspek prosedural yang dinilai mengeras, kaku, serba ketat dan formalistis. Pada intinya, walaupun sistem persekolahan masih tetap dipandang penting, pijakan pemikiran sudah mulai realistis yaitu tidak semata-mata mengandalkan sistem persekolahan untuk melayani aneka ragam kebutuhan pendidikan yang kian hari semakin mekar dan beragam. Pembinaan dan pengembangan PLS dipandang relevan untuk bisa saling isi-mengisi atau topang menopang dengan sistem persekolahan, agar setiap insan bisa menyesuaikan hidupnya sesuai dengan perkembangan zaman.
Dalam hal ini penulis merasa tertarik untuk membuat makalah tentang pendidikan luar sekolah yang kita kenal dengan pendidikan informal atau nonformal.

1.2              Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang diharapkan penulis dari pembuatan karya tulis ilmiah ini adalah seagai berikut:
1.      Ingin memberikan gambaran kepada pembaca tentang peranan Pendidikan Luar Sekolah kepada masyarakat dan pembaca.
2.      Menjelaskan pentingnya pendidikan bagi masyarakat dengan tidak hanya mengikuti belajar formal tetapi juga bisa belajar secara non formal.

1.3              Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang diharapkan penulis dari pembuatan karya tulis ilmiah ini adalah seagai berikut:
1.      Dapat memberikan pencerahan kepada tentang Pendidikan Luar Sekolah (PLS)
2.      Memberikan pengetahuan tentang Pendidikan Luar Sekolah (PLS) yang penting dalam menunjang system pendidikan di Indonesia.



1.4              Pembatasan Masalah
Untuk memperjelas ruang lingkup pembahasan, maka masalah yang dibahas dibatasi pada masalah sejauh:
“Upaya Meningkatkan Kualitas dan Kuantitas Pendidikan Siswa dengan Menerapkan Sisitem Pendidikan Luar Sekolah (PLS) yang Bersipat Belajar Berkelajutan”


1.5               Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah diatas  Upaya Meningkatkan Kualitas dan Kuantitas Pendidikan Bagi Siswa dengan Menerapkan Sisitem Pendidikan Luar Sekolah (PLS) yang Bersipat Belajar Berkelajutan”, terkait dengan pelaksanaan program pendidikan di non formal  dan peranan Pendidikan Luar Sekolah terhadap pelaksanaan program tersebut.
Berkaitan dengan batasan masalah tersebut, maka masalahnya dapat pertanyaan yang timbul sebagai berikut::
1.      Bagaimana peran Pendidikan Luar Sekolah (PLS) terhadap pelaksanaan program pendidikan terhadap siswa?
2.      Bagaimana cara agar siswa mau memanfaatkan  Pendidikan Luar Sekolah (PLS) benar-benar dapat meningkatkan mutu pendidikan ?

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1       Definisi Pendidikan Secara Umum
Pengertian pendidikan bahkan lebih diperluas cakupannya sebagai aktivitas dan fenomena. Pendidikan sebagai aktivitas berarti upaya yang secara sadar dirancang untuk membantu seseorang atau sekelompok orang dalam mengembangkan pandangan hidup, sikap hidup, dan keterampilan hidup, baik yang bersifat manual (petunjuk praktis) maupun mental, dan sosial sedangkan pendidikan sebagai fenomena adalah peristiwa perjumpaan antara dua orang atau lebih yang dampaknya ialah berkembangnya suatu pandangan hidup, sikap hidup, atau keterampilan hidup pada salah satu atau beberapa pihak, yang kedua pengertian ini harus bernafaskan atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai agama..
Menurut Juhn Dewey, (28:1987) pendidikan adalah: “suatu proses pembaharuan makna pengalaman, hal ini mungkin akan terjadi di dalam pergaulan biasa atau pergaulan orang dewasa dengan orang muda, mungkin pula terjadi secara sengaja dan dilembagakan untuk untuk menghasilkan kesinambungan social. Proses ini melibatkan pengawasan dan perkembangan dari orang yang belum dewasa dan kelompok dimana dia hidup”.
Hal senada juga dikemukakan oleh H. Horne, (199:2000) pendidikan adalah :
“proses yang terus menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar kepada Tuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar intelektual, emosional dan kemanusiaan dari manusia”
Dari kedua definisi diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa pendidikan adalah suatu proses pembaharuan makna pengalaman baik dari proses dalam maupun luar yang dapat menghasilkan sesuatu yang baru dan terus menerus yang disesuaikan secara fisik dan mental seseorang dan setiap pergaulan yang terjadi adalah setiap pergaulan yang terjadi antara orang dewasa dengan anak-anak merupakan lapangan atau suatu keadaan dimana pekerjaan mendidik itu berlangsung.
Pendapat lain dikemukakan oleh A. Yunus, (7 :1999 ) bahwa: “pendidkan adalah suatu proses atau kegiatan yang diarahkan untuk merubah tabiat (behavior) manusia. Yang dimaksud dengan behavior adalah setiap tanggapan atau perbuatan seseorang, sesuatu yang dilakukan oleh sesorang”.

2.2       Definisi pendidikan luar sekolah (PLS)
Pendidikan luar sekolah (bahasa Inggris: Out of school education) adalah pendidikan yang dirancang untuk membelajarkan warga belajar agar mempunyai jenis keterampilan dan atau pengetahuan serta pengalaman yang dilaksanakan di luar jalur pendidikan formal (persekolahan).
Pendidikan luar sekolah adalah setiap kesempatan dimana terdapat komunikasi yang teratur dan terarah di luar sekolah dan seseorang memperoleh informasi, pengetahuan, latihan maupun bimbingan sesuai dengan usia dan kebutuhan kehidupan, dengan tujuan mengembangkan tingkat keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang memungkinkan baginya menjadi peserta-peserta yang efisien dan efektif dalam lingkungan keluarga, pekerjaan bahkan lingkungan masyarakat dan negaranya.
Phillips H. Combs, (216:2005) mengungkapkan bahwa:“pendidikan luar sekolah adalah setiap kegiatan pendidikan yang terorganisir yang diselenggarakan di luar sistem formal, baik tersendiri maupun merupakan bagian dari suatu kegiatan yang luas, yang dimaksudkan untuk memberikan layanan kepada sasaran didik tertentu dalam rangka mencapai tujuan-tujuan belajar”.
Pendidikan Luar Sekolah menyediakan program pendidikan yang memungkinkan terjadinya perkembangan peserta didik dalam bidang sosial, keagamaan, budaya, keterampilan, dan keahlian. Dengan pendidikan luar sekolah, setiap warga negara dapat memperluas wawasan pemikiran dan peningkatan kualitas pribadi dengan menerapkan landasan belajar seumur hidup.Pendidikan Luar Sekolah dapat dibedakan menjadi pendidikan keterampilan, pendidikan perluasan wawasan, dan pendidikan keluarga.
Pendidikan Keterampilan mempersiapkan peserta didik untuk memiliki kemampuan melaksanakan suatu jenis pekerjaan tertentu. Pendidikan perluasan wawasan memungkinkan peserta didik memiliki pemikiran yang lebih luas. Pendidikan keluarga memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar, agama, dan kepercayaan, nilai moral, norma sosial, dan pandangan cara hidup untuk dapat berperan dalam keluarga dan masyarakat.
Pendidikan Luar Sekolah menyediakan program pendidikan yang memungkinkan terjadinya perkembangan peserta didik dalam bidang sosial, keagamaan, budaya, keterampilan, dan keahlian. Dengan pendidikan luar sekolah, setiap warga negara dapat memperluas wawasan pemikiran dan peningkatan kualitas pribadi dengan menerapkan landasan belajar seumur hidup.
Pendidikan Luar Sekolah dapat dibedakan menjadi pendidikan keterampilan, pendidikan perluasan wawasan, dan pendidikan keluarga.Pendidikan Keterampilan mempersiapkan peserta didik untuk memiliki kemampuan melaksanakan suatu jenis pekerjaan tertentu. Pendidikan perluasan wawasan memungkinkan peserta didik memiliki pemikiran yang lebih luas. Pendidikan keluarga memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar, agama, dan kepercayaan, nilai moral, norma sosial, dan pandangan cara hidup untuk dapat berperan dalam keluarga dan masyarakat.

2.3       Manajemen Pembelajaran Pendidikan Luar Sekolah (PLS)
Hakekat pembelajaran sebenarnya menunjuk pada fungsi pendidikan sebagai wahana untuk menjadikan manusia Indonesia mendatang yang memiliki kemampuan untuk mempertahankan, memelihara, dan membangun bangsa menuju masyarakat yang sejahtera. Pendidikan manusia Indonesia seutuhnya, seperti yang disebutkan dalam UU-SPN 1989 Pasal 4 di atas, merupakan kekuatan pokok dan mempunyai peranan kunci bagi pembangunan bangsa dan pelaksanaan Pembangunan. Tanpa pendidikan, pembangunan nasional tidak akan berjalan mestinya, karena motor penggerak pembangunan yakni unsur manusia yang mampu membangun, akan ada manakala pendidikan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.2 Tahun 1989, mene-gaskan bahwa proses pendidikan dapat berlangsung di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah. Di dalam lingkungan sekolah sendiri dapat berlangsung di dalam kelas maupun di luar kelas. Sedangkan pendidikan di luar sekolah dapat berlangsung di lingkungan keluarga atau di masyarakat. Semakin kompleksnya sistem pendidikan nasional, semakin kompleks pula sistem manajemennya. Pendidikan bukan saja berada di lembaga-lembaga pendidikan, kursus-kursus, dan keluarga, melainkan terdapat pula di berbagai kelompok-kelompok kemasyarakatan. Ini semua memerlukan adanya perhatian dan pemikiran yang cermat dan sungguh-sungguh mengenai sistem manajemen yang diperlukan. Namun di manapun proses pendidikan dilakukan, di lingkungan sekolah atau di luar sekolah, pada hakekatnya mengembangkan potensi sumber daya manusia. Tujuan tersebut diupayakan dicapai melalui apa yang disebut kegiatan pembelajaran.
Warga belajar dengan segala potensinya merupakan komponen masukan sistem kegiatan pembelajaran. Masukan ini, dengan mendayagunakan semua potensi termasuk instrumental input dan dipengaruhi oleh masukan lingkungan, diproses melalui interaksi edukatif dengan pendidik/tutor dalam suatu proses yang sengaja diupayakan, menjadi keluaran (output) berupa hasil belajar yang diharapkan sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan. Keenam komponen sistem pembelajaran tersebut yang terjadi di manapun proses sistem itu berlangsung, merupakan komponen utama yang perlu dikelola sedemikian rupa sehingga maksud-maksud yang diinginkan dari proses pembelajaran itu dapat dicapai. Kekhasan sistem tersebut, merupakan proses yang sangat berbeda dari proses manajemen lainnya.
Dalam beberapa hal mungkin memiliki kesamaan, bahkan mengadopsi teori dan prinsip dari ilmu-ilmu seperti dari sosiologi dan psikologi, tetapi secara hakiki tetap berbeda dari sistem manajemen dan ilmu-ilmu lain tersebut. Istilah "pembelajaran" merupakan sebutan yang cukup populer dalam dunia pendidikan. Istilah ini menunjuk hubungan antara pihak warga belajar yang melakukan aktivitas belajar, tutor yang melakukan tugas fasilitasi, dan para pengelola program yang mengatur keseluruhan aktivitas. Belajar di Luar Sekolah adalah proses yang rumit, karena warga belajar tidak sekedar menyerap informasi dari tutor, namun melibatkan berbagai kegiatan dan tindakan yang mesti dilakukan oleh semua pihak.
Beberapa isu penting yang berkaitan dengan sistem manajemen PLS, pada pelaksanaannya menjadi jauh lebih tidak sederhana. Keberagaman karakteristik warga belajar sebagai akibat pengaruh letak geografis bangsa Indonesia, dengan aneka ragam budaya, adat istiadat, dan bahasa, menuntut adanya isi dan pola pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang tidak seragam. Dengan kata lain, keberagaman keperluan warga belajar, menuntut pula adanya isi dan pola pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang berbeda. Dengan demikian, proses pelaksanaan kegiatan pembelajaran PLS di Indonesia masa kini datang akan jauh lebih kompleks yang memerlukan penanganan yang lebih terencana, terorganisir dan terkendali secara sistematis.
Bertolak dari esensi pendidikan, manajemen pendidikan, dan kompleksitas sistem kegiatan belajar-mengajar secara nasional, tampak bahwa kegiatan pembelajaran dalam satuan pendidikan PLS, secara sederhana merupakan proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengevaluasian sistem interaksi aktivitas belajar warga belajar dan tutor yang melakukan tugas pengajaran dalam mencapai tujuan belajar warga belajar.
2.4              Dasar Pendidikan Luar Sekolah (PLS)
Alasan terselenggaranya PLS dari segi kesejarahan, tidak bisa lepas dari lima aspek yaitu:
1.      Aspek pelestarian budaya
Pendidikan yang pertama dan utama adalah pendidikan yang terjadi dan berlangsung di lingkungan keluarga dimana (melalui berbagai perintah, tindakan dan perkataan) ayah dan ibunya bertindak sebagai pendidik. Dengan demikian pendidikan luar sekolah pada permulaan kehadirannya sangat dipengaruhi oleh pendidikan atau kegiatan yang berlangsung di dalam keluarga. Di dalam keluarga terjadi interaksi antara orang tua dengan anak, atau antar anak dengan anak. Pola-pola transmisi pengetahuan, keterampilan, sikap, nilai dan kebiasaan melalui asuhan, suruhan, larangan dan pembimbingan. Pada dasarnya semua bentuk kegiatan ini menjadi akar untuk tumbuhnya perbuatan mendidik. Semua bentuk kegiatan yang berlangsung di lingkungan keluarga dilakukan untuk melestarikan dan mewariskan kebudayaan secara turun temurun. Tujuan kegiatan ini adalah untuk memenuhi kebutuhan praktis di masyarakat dan untuk meneruskan warisan budaya yang meliputi kemampuan, cara kerja dan Teknologi yang dimiliki oleh masyarakat dari satu generasi kepada generasi berikutnya. Jadi dalam keluarga pun sebenarnya telah terjadi proses-proses pendidikan, walaupun sistem yang berlaku berbeda dengan sistem pendidikan sekolah. Kegiatan belajar-membelajarkan yang asli inilah yang termasuk ke dalam kategori pendidikan tradisional yang kemudian menjadi pendidikan luar sekolah.
2.      Aspek teoritis
Salah satu dasar pijakan teoritis keberadaan PLS adalah teori yang diketengahkan Philip H. Cooms (1973:10), mengemukakan bahwa :
 “tidak satupun lembaga pendidikan: formal, informal maupun nonformal yang mampu secara sendiri-sendiri memenuhi semua kebutuhan belajar minimum yang esensial.
Atas dasar teori di atas dapat dikemukakan bahwa, keberadaan pendidikan tidak hanya penting bagi segelintir masyarakat tapi mutlak diperlukan keberadaannya bagi masyarakat lemah (yang tidak mampu memasukan anak-anaknya ke lembaga pendidikan sekolah) dalam upaya pemerataan kesempatan belajar, meningkatkan kualitas hasil belajar dan mencapai tujuan pembelajaran yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Uraian di atas cukup untuk dijadikan gambaran bahwa PLS merupakan lembaga pendidikan yang berorientasi kepada bagaimana menempatkan kedudukan, harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang memiliki kemauan, harapan, cita-cita dan akal pikiran.
3.      Dasar pijakan
Ada tiga dasar pijakan bagi PLS sehingga memperoleh legitimasi dan berkembang di tengah-tengah masyarakat yaitu: UUD 1945, Undang-Undang RI Nomor 2 tahun 1989 dan peraturan pemerintah RI No.73 tahun1991 tentang pendidikan luar sekolah. Melalui ketiga dasar di atas dapat dikemukakan bahwa, PLS adalah kumpulan individu yang menghimpun dari dalam kelompok dan memiliki ikatan satu sama lain untuk mengikuti program pendidikan yang diselenggarkan di luar sekolah dalam rangka mencapai tujuan belajar. Adapun bentuk-bentuk satuan PLS., sebagaimana diundangkan di dalam UUSPN tahun 1989 pasal 9:3 meliputi: pendidikan keluarga, kelompok belajar, kursus dan satuan pendidikan sejenis. Satuan PLS sejenis dapat dibentuk kelompok bermain, penitipan anak, padepokan persilatan dan pondok pesantren tradisional.
4.      Aspek kebutuhan terhadap pendidikan
Kesadaran masyarakat terhadap pendidikan tidak hanya pada masyarakat daerah perkotaan, melainkan masyarakat daerah pedesaan juga semakin meluas. Kesadaran ini timbul terutama karena perkembangan ekonomi, kemajuan iptek dan perkembangan politik. Kesadaran juga tumbuh pada seseorang yang merasa tertekan akibat kebodohan, keterbelakangan atau kekalahan dari kompetisi pergaulan dunia yang menghendaki suatu keterampilan dan keahlian tertentu. Atas dasar kesadaran dan kebutuhan inilah sehingga terwujudlah bentuk-bentuk kegiatan kependidikan baik yang bersifat persekolahan ataupun di luar persekolahan.


5.      Keterbatasan lembaga pendidikan sekolah
Lembaga pendidikan sekolah yang jumlahnya semakin banyak bersifat formal atau resmi yang dibatasi oleh ruang dan waktu serta kurikulum yang baku dan kaku serta berbagai keterbatasan lainnya. Sehingga tidak semua lembaga pendidikan sekolah yang ada di daerah terpencilpun yang mampu memenuhi semua harapan masyarakat setempat, apalagi memenuhi semua harapan masyarakat daerah lain. Akibat dari kekurangan atau keterbatasan itulah yang memungkinkan suatu kegiatan kependidikan yang bersifat informal atau nonformal diselenggarakan, sehingga melalui kedua bentuk pendidikan itu kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi.
2.5            Perkembangan Pendidikan Luar Sekolah (PLS)
Perkembangan dalam Pendidikan Luar Sekolah ( PLS) dibagi dalam tiga periode:
  1. Periode Pra kemerdekaan
  2. Periode Revolusi
  3. Periode Orde Baru
2.6              Sistem Pendidikan Luar Sekolah (PLS)
 PLS adalah sub sistem pendidikan nasional, yaitu suatu sistem yang memiliki tujuan jangka pendek dan tujuan khusus yakni memenuhi kebutuhan belajar tertentu yang fungsional bagi masa sekarang dan masa depan. Komponen atau sub sistem yang ada pada sistem PLS adalah masukan saran (instrumen input), masukan mentah (raw input), masukan lingkungan (environmental input), proses (process), keluaran (out put) dan masukan lain (other input) dan Pengaruh (impact).
2.7              Program Pendidikan Luar Sekolah (PLS)
Jenis-jenis pendidikan yang ada pada PLS, menurut D. Sudjana (1996:44) di antaranya adalah:
  1. Pendidikan Massa (Mass education)
Pendidikan massa yaitu kesempatan pendidikan yang diberikan kepada masyarakat luas dengan tujuan yaitu membantu masyarakat agar mereka memiliki kecakapan dalam hal menulis, membaca dan berhitung serta berpengetahuan umum yang diperlukan dalam upaya peningkatan taraf hidup dan kehidupannya sebagai warga negara. Istilah Mass education menunjukan pada aktifitas pendidikan di masyarakat yang sasarannya kepada individu-individu yang mengalami keterlantaran pendidikan, yaitu individu yang tidak berkesempatan memperoleh pendidikan melalui jalur sekolah, tetapi putus di tengah jalan dan belum sempat terbebas dari kebuta-hurufan. Mass education ini dapat dikatakan semacam program pemberantasan buta huruf atau program keaksaraan, tentu saja tidak bertujuan supaya orang-orang didiknya sekedar bisa baca-tulis, tetapi juga supaya memperoleh pengetahuan umum yang relevan bagi keperluan hidupnya sehari-hari. Individu yang menjadi sasarannya adalah pemuda-pemuda dan orang dewasa. Pelaksanaannya melalui kursus-kursus.
  1. Pendidikan Orang Dewasa (Adult Education)
Pendidikan orang dewasa yaitu pendidikan yang disajikan untuk membelajarkan orang dewasa. Dalam salah satu bukunya tentang PLS, Sudjana (1996:45) menerangkan bahwa:
“pendidikan orang dewasa adalah pendidikan yang diperuntukan bagi orang-orang dewasa dalam lingkukangan masyarakatnya, agar mereka dapat mengembangkan kemampuan, memperkaya pengetahuan, meningkatkan kualifikasi teknik dan profesi yang telah dimilikinya, memperoleh cara-cara baru serta merubah sikap dan perilakunya”.
  1. Pendidikan Perluasan (Extension Education)
Kegiatan yang diselenggarakan PLS adalah meliputi seluruh kegiatan pendidikan baik yang dilaksanakan di luar sistem pendidikan sekolah yang dilembagakan ataupun yang tidak dilembagakan.
4.      Ciri-Ciri Pendidikan Luar Sekolah (PLS)
    1. Beberapa bentuk pendidikan luar sekolah yang berbeda ditandai untuk mencapai bermacam-macam tujuan.
    2. Keterbatasan adalah suatu perlombaan antara beberapa PLS yang dipandang sebagai pendidikan formal dari PLS sebagai pelengkap bentuk-bentuk pendidikan formal.
    3. Tanggung jawab penyelenggaraan lembaga pendidikan luar sekolah dibagi oleh pengawasan umum/masyarakat, pengawasan pribadi atau kombinasi keduanya.
    4. Beberapa lembaga pendidikan luar sekolah di disiplinkan secara ketat terhadap waktu pengajaran, Teknologi modern, kelengkapan dan buku-buku bacaan.
    5. Metode pengajaran juga bermacam-macam dari tatap muka atau guru dan kelompok-kelompok belajar sampai penggunaan audio televisi, unit latihan keliling, demonstrasi, kursus-kursus korespondensi, alat-alat bantu visual.
    6. Penekanan pada penyebaran program teori dan praktek secara relative dari pada PLS.
    7. Tidak seperti pendidikan formal, tingkat sistem PLS terbatas yang diberikan kredensial.
    8. Guru-guru mungkin dilatih secara khusus untuk tugas tertentu atau hanya mempunyai kualifikasi professional dimana tidak termasuk identitas guru.
    9. Pencatatan tentang pemasukan murid, guru dan kredensial pimpinan, kesuksesan latihan, membawa akibat peningkatan produksi ekonomi, peningkatan kesejahteraan dan pendapatan peserta.
    10. Pemantapan bentuk PLS mempunyai dampak pada produksi ekonomi dan perubahan sosial dalam waktu singkat dari pada kasus pendidikan formal sekolah.
    11. Sebagian besar program PLS dilaksanakan oleh remaja dan orang-orang dewasa secara terbatas pada kehidupan dan pekerjaan.
    12. Karena secara digunakan, PLS membuat lengkapnya pembangunan nasional. Peranannya mencakup pengetahuan, keterampilan dan pengaruh pada nilai-nilai program.
    13. Diselengarakan dengan tidak berjenjang, tidak berkesinambungan dan dilaksanakan dalam waktu singkat.
    14. Karena sifatnya itu sehingga tujuan, metode pembelajaran dan materi yang disampaikan selalu berbeda di masing-masing penyelenggara PLS.

5.      Karakteristik pendidikan luar sekolah

    1. Pendidikan Luar Sekolah sebagai Subtitute dari pendidikan sekolah. Artinya, bahwa pendidikan luar sekolah dapat menggantikan pendidikan jalur sekolah yang karena beberapa hal masyarakat tidak dapat mengikuti pendidikan di jalur persekolahan (formal). Contohnya: Kejar Paket A, B dan C
    2. Pendidikan Luar Sekolah sebagai Supplement pendidikan sekolah. Artinya, bahwa pendidikan luar sekolah dilaksanakan untuk menambah pengetahuan, keterampilan yang kurang didapatkan dari pendidikan sekolah. Contohnya: private, les, training
    3. Pendidikan Luar Sekolah sebagai Complement dari pendidikan sekolah. Artinya, bahwa pendidikan luar sekolah dilaksanakan untuk melengkapi pengetahuan dan keterampilan yang kurang atau tidak dapat diperoleh didalam pendidikan sekolah. Contohnya: Kursus, try out, pelatihan dll

2.8                 Persamaan dan Perbedaan Pendidikan Luar Sekolah (PLS)
a.     Persamaan
Persamaan antara PLS dengan pendidikan persekolahan dapat diperhatikan dari dua sudut pandang yaitu sudut pandangan masyarakat dan sudut pandangan individu. Dari segi pandangan masyarakat, pendidikan berarti pewaris atau pemindahan nilai-nilai intelek, seni, politik, ekonomi, agama dan lain sebagainya.
Sedangkan dari segi pandangan individual, pendidikan berarti pengembangan potensi-potensi manusia (Hasan Langglung, 1980). Persamaan lainnya yaitu fungsi pendidikan adalah untuk pengembangan ilmu pengetahuan, Teknologi dan keterampilan bahwa menyiapkan suatu generasi agar memiliki dan memainkan peranan tertentu dalam masyarakat.
Proses pendidikan selalu melibatkan masyarakat dan semua perangkat kebudayaan sesuai dengan nilai dan falsafah yang dianutnya.
b.         Perbedaan Antara Pendidikan Sekolah Dan Luar Sekolah
Secara prinsip, satu-satunya perbedaan antara pendidikan luar sekolah dengan pendidikan sekolah adalah legitimasi atau formalisasi penyelenggaraan pendidikan. Tentang perbedaan penyelenggaraan ini, secara institusional, tercantum pada Undang-Undang RI nomor 2 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 10:2-3. selanjutnya, perbedaan secara operasional, Umberto Sihombing melalui bukunya Pendidikan Luar Sekolah: Manajemen Strategi (2000:40-46) menuliskan secara khusuS dan sistematis tentang perbedaan antara Pendidikan Luar Sekolah dengan Pendidikan Sekolah
c.         Sasaran Pendidikan Luar Sekolah
Sasaran pendidikan luar sekolah dibagi 2 sasaran pokok:
  1. Pendidikan Luar Sekolah untuk pemuda
Sebab-sebab timbulnya:
Ø  Banyak anak-anak usia sekolah tidak memperoleh pendidikan sekolah yang cukup, lebih-lebih di negara yang berkembang
Ø  Mereka memperoleh pendidikan yang tradisional
Ø  Mereka memperoleh latihan kecakapan khusus melalui pola-pola pergaulan
Ø  Mereka dituntut mempelajari norma-norma dan tanggung jawab sebagai sangsi dari masyarakatnya
Kelompok-kelompok kegiatan pendidikan Luar Sekolah antara lain:
Ø  Klub pemuda
Ø  Klub-Klub pemuda tani
Kelompok pergaulan
Pendidikan Luar Sekolah untuk orang dewasa:
Pendidikan ini timbul oleh karena:
a.       Orang-orang dewasa tertarik terhadap profesi kerja.
b.      Orang dewasa tertarik terhadap keahlian.
Dalam rangka memperoleh pendidikan di atas dapat ditempuh melalui:
  1. Kursus-kursus pendek.
  2. In service-training.
  3. Surat-menyurat.
Lebih lanjut, sesuai dengan Rancangan Peraturan Pemerintah maka sasaran PLS dapat meliputi:
  1. Ditinjau dari segi sasaran pelayanan, berupa:
    1. Usia pra-sekolah (0-6 tahun)
    2. Usia pendidikan dasar (7-12 tahun)
    3. Usia pendidikan menengah (13-18 tahun)
    4. Usia pendidikan tinggi (19-24 tahun)
  1. Ditinjau dari jenis kelamin
Program ini secara tegas diarahkan pada kaum wanita oleh karena jumlah mereka yang besar dan partisifasinya kurang dalam rangka produktifitas dan efesiensi kerja.
3.      Berdasarkan lingkungan sosial budaya
a.              Masyarakat pedesaan.
b.              Masyarakat perkotaan.
c.              Masyarakat terpencil.

  1. Berdasarkan kekhususan sasaran Pelajaran
a.              Peserta didik yang dapat digolongkan terlantar, seperti anak yatim piatu.
b.             Peserta didik yang mengalami pengembangan sosial dan emosional seperti anak nakal, korban narkotika dan wanita tuna susila.
c.              Peserta yang mengalami cacat mental dan cacat tubuh seperti tuna netra, tuna rungu, tuna mental.
d.             Peserta didik yang karena berbagai sebab sosial, tidak dapat mengikuti program pendidikan persekolahan.
5.      Berdasarkan pranata
a.                   Pendidikan keluarga.
b.                   Pendidikan perluasan wawasan.
c.                   Pendidikan keterampilan.
  1. Berdasarkan sistem pengajaran
a.                  Kelompok, organisasi, dan lembaga.
b.                  Mekanisme sosial budaya seperti perlombaan dan pertandingan.
c.                  Kesenian tradisional, seperti wayang, ludruk, ataupun teknologi modern seperti televisi, radio, film, dan sebagainya.
d.                 Prasarana dan sarana seperti balai desa, mesjid, gereja, sekolah dan alat-alat perlengkapan kerja.
7.      Berdasarkan segi pelembagaan program
a.              Program antar sektoral dan swadaya masyarakat seperti PKK, PKN dan P2WKSS.
b.             Koordinasi perencanaan desa atau pelaksanaan program pembangunan.
c.              Tenaga pengarahan di tingkat pusat, propinsi, kabupaten, kecamatan, dan desa

2.9              Aplikasi Andragogi dalam Pembelajaran Pendidikan Non Formal
Permasalahan yang paling sering muncul dalam pelaksanaan pendidikan luar sekolah adalah hasil belajar, output dan outcomenya. Ketidakmampuan peserta memahami dengan baik materi dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan keterampilan merupakan indikasi kurang berhasilnya kegiatan pendidikan luar sekolah. Rendahnya hasil belajar sebagai indikator dari ketidakberhasilan pembelajaran, dimana peserta maupun tidak mampu menerima dengan baik bahan belajar yang diajarkan oleh tutor. Salah satu penyebab ketidakberhasilan pembelajaran pendidikan luar sekolah adalah metode pembelajaran yang tidak sesuai dengan prosedur pelaksanaannya dan andragogi belum diterapkan secara maksimal dalam pelaksanaan pembelajaran.
Secara jelas Knowles (1979) menyatakan:
“apabila peserta didik (baca: warga belajar) telah berumur 17 tahun, penerapan prinsip andragogi dalam kegiatan pembelajarannya telah menjadi suatu kelayakan. Usia warga belajar pada kelompok belajar program PLS rata-rata di atas 17 tahun, sehingga dengan sendirinya penerapan prinsip andragogi pada kegiatan pembelajarannya semestinya diterapkan”
.
Perlunya penerapan prinsip andragogi dalam pendekatan pembelajaran orang dewasa dikarenakan upaya membelajarkan orang dewasa berbeda dengan upaya membelajarkan anak. Membelajarkan anak (pedagogi) lebih banyak merupakan upaya mentransmisikan sejumlah pengalaman dan keterampilan dalam rangka mempersiapkan anak untuk menghadapi kehidupan di masa datang. Apa yang di transmisikan didasarkan pada pertimbangan warga belajar sendiri, apakah hal tersebut akan bermanfaat bagi warga belajar di masa datang. Sebaliknya, pembelajar-an orang dewasa (andragogi) lebih menekankan pada membimbing dan membantu orang dewasa untuk menemukan pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam rangka memecahkan, masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya. Ketepatan pendekatan yang digunakan dalam penyelenggaraan suatu kegiatan pembelajaran tentu akan mempengaruhi hasil belajar warga belajar.
Perbedaan antara membelajarkan anak-anak dengan membelajarkan orang dewasa terlihat dari upaya pembelajaran orang dewasa. membelajarkan orang dewasa berpusat pada warga belajar itu sendiri (learned centered). Tutor harus memperhatikan prinsip-prinsip belajar orang dewasa. Prinsip tersebut dijadikan pegangan atau panduan dalam praktek membimbing kegiatan belajar orang dewasa. Pendekatan-pendekatan pembelajaran orang dewasa dengan memperhatikan prinsip-prinsip belajarnya dapat dipandang sebagai ilmu dan seni (art and science) membantu atau menolong orang dewasa belajar.
.


BAB III
PEMBAHASAN

3.1       Proses Pembelajaran dalam PLS
Secara  umum membahas Konsep, teori, dan prinsip-prinsip manajemen; Konsep mutu dan peningkatan mutu Pendidikan; PLS: nonformal dan informal; Konsep kebutuhan belajar dan perencanaan PLS; Konsep perencanaan dan pengorganisasian program PLS; Demokrasi dan desentralisasi  PLS; Model-model manajemen PLS:  informal Vs nonformal; Lembaga-lembaga dan Kelembagaan PLS: Paud, Lembaga kursus dan pelatihan (LPK), Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM); lembaga pemberdayaan, Kelompok-kelompok belajar, Forum keaksaraan & kesetaraan, Forum kepemudaan, Lembaga swadaya masyarakat, dan lainnya; Evaluasi dan perencanaan program PLS; Strategi peningkatan mutu program PLS; Kepemimpinan dalam  PLS;
3.2       Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan Melalui  PLS
Dalam kerangka perluasan dan pemerataan PLS, secara bertahap dan bergukir akan terus ditingkatkan jangkauan pelayanan serta peran serta masyar akat dan pemerintah daerah untuk menggali dan memanfaatkan seluruh potensi masyarakat untuk mendukung penyelenggaraan PLS, maka Rencana Strategis baik untuk tingkat propinsi maupun kabupaten kota, adalah :
  1. Perluasan pemerataan dan jangkauan pendidikan anak usia dini;
  2. Peningkatan pemerataan, jangkauan dan kualitas pelayanan Kejar Paket A setara SD dan B setara SLTP;
  3. Penuntasan buta aksara melalui program Keaksaraan Fungsional;
  4. Perluasan, pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan perempuan (PKUP), Program Pendidikan Orang tua (Parenting);
  5. Perluasan, pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan berkelanjutan melalui program pembinaan kursus, kelompok belajar usaha, magang, beasiswa/kursus; dan
  6. Memperkuat dan memandirikan PKBM yang telah melembaga saat ini di berbagai daerah di Riau.
Dalam kaitan dengan upaya peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan, maka program PLS lebih berorientasi pada kebutuhan pasar, tanpa mengesampingkan aspek akademis. Oleh sebab itu Program PLS mampu meningkatkan pengetahuan, keterampilan, profesionalitas, produktivitas, dan daya saing dalam merebut peluang pasar dan peluang usaha, maka yang perlu disusun Rencana strategis adalah :
  1. Meningkatkan mutu tenaga kependidikan PLS;
  2. Meningkatkan mutu sarana dan prasarana dapat memperluas pelayanan PLS, dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil;
  3. Meningkatkan pelaksanaan program kendali mutu melalui penetapan standard kompetensi, standard kurikulum untuk kursus;
  4. Meningkatkan kemitraan dengan pihak berkepentingan (stakholder) seperti Dudi, asosiasi profesi, lembaga diklat; serta
  5. Melaksanakan penelitian kesesuain program PLS dengan kebutuhan masyarakat dan pasar. Demikian pula kaitan dengan peningkatan kualitas manajemen pendidikan.
Strategi PLS dalam rangka era otonomi daerah, maka rencana strategi yang dilakukan adalah :
  1. Meningkatkan peranserta masyarakat dan pemerintah daerah;
  2. Pembinaan kelembagaan PLS;
  3. Pemanfaatan/pemberdayaan sumber-sumber potensi masyarakat;
  4. Mengembangkan sistem komunikasi dan informasi di bidang PLS;
  5. Meningkatkan fasilitas di bidang PLS
Semangat Otonomi Daerah PLS memusatkan perhatiannya pada usaha pembelajaran di bidang keterampilan lokal, baik secara sendiri maupun terintegrasi. Diharapkan mereka mampu mengoptimalkan apa yang sudah mereka miliki, sehingga dapat bekerja lebih produktif dan efisien, selanjutnya tidak menutup kemungkinan mereka dapat membuka peluang kerja.
Pendidikan Luar Sekolah menggunakan pembelajaran bermakna, artinya lebih berorientasi dengan pasar, dan hasil pembelajaran dapat dirasakan langsung manfaatnya, baik oleh masyarakat maupun peserta didik itu sendiri..

Di dalam pengembangan Pendidikan Luar Sekolah, yang perlu menjadi perhatian bahwa, dalam usaha memberdayakan masyarakat kiranya dapat membaca dan merebut peluang dari otonomi daerah, pendidikan luar sekolah pada era otonomi daerah sebenarnya diberi kesempatan untuk berbuat, karena mustahil peningkatan dan pemberdayaan masyarakat menjadi beban pendidikan formal saja, akan tetapi pendidikan formal juga memiliki tanggungjawab yang sama. .
Oleh sebab itu sasaran Pendidikan Luar Sekolah lebih memusatkan pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan berkelanjutan, dan perempuan.
Selanjutnya Pendidikan Luar Sekolah harus mampu membentuk SDM berdaya saing tinggi, dan sangat ditentukan oleh SDM muda (dini), dan tepatlah Pendidikan Luar sekolah sebagai alternative di dalam peningkatan SDM ke depan.
PLS menjadi tanggungjawab masyarakat dan pemerintah sejalan dengan Pendidikan Berbasis Masyarakat, penyelenggaraan PLS lebih memberdayakan masyarakat sebagai perencana, pelaksanaan serta pengendali, PLS perlu mempertahankan falsafah lebih baik mendengar dari pada didengar, Pemerintah daerah propinsi, kabupaten dan kota secara terus menerus memberi perhatian terhadap PLS sebagai upaya peningkatan SDM, dan PLS sebagai salah satu solusi terhadap permasalahan masyarakat, terutama anak usia sekolah yang tidak mampu melanjutkan pendidikan, dan anak usia putus sekolah..Semoga.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1            Kesimpulan
Pendidikan luar sekolah mempunyai bentuk dan pelaksanaan yang berbeda dengan sistem yang sudah ada di pendidikan sekolah. Pendidikan luar sekolah timbul dari konsep pendidikan seumur hidup dimana kebutuhan akan pendidikan tidak hanya pada pendidikan persekolahan/pendidikan formal saja. Pendidikan luar sekolah pelaksanaannya lebih ditekankan kepada pemberian keahlian dan keterampilan dalam suatu bidang tertentu. Pembinaan dan pengembangan PLS dipandang relevan untuk bisa saling mengisi atau topang menopang dengan sistem persekolahan. Agar setiap lulusan bisa hidup mengikuti perkembangan zaman dan selalu dibutuhkan oleh masyarakat seiring dengan perkembangan IPTEK yang semakin maju.
Pendidikan Luar Sekolah menyediakan program pendidikan yang memungkinkan terjadinya perkembangan peserta didik dalam bidang sosial, keagamaan, budaya, keterampilan, dan keahlian. Dengan pendidikan luar sekolah, setiap warga negara dapat memperluas wawasan pemikiran dan peningkatan kualitas pribadi dengan menerapkan landasan belajar seumur hidup.
Pendidikan Luar Sekolah dapat dibedakan menjadi pendidikan keterampilan, pendidikan perluasan wawasan, dan pendidikan keluarga.Pendidikan Keterampilan mempersiapkan peserta didik untuk memiliki kemampuan melaksanakan suatu jenis pekerjaan tertentu. Pendidikan perluasan wawasan memungkinkan peserta didik memiliki pemikiran yang lebih luas. Pendidikan keluarga memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar, agama, dan kepercayaan, nilai moral, norma sosial, dan pandangan cara hidup untuk dapat berperan dalam keluarga dan masyarakat.Pendidikan Luar Sekolah menyediakan program pendidikan yang memungkinkan terjadinya perkembangan peserta didik dalam bidang sosial, keagamaan, budaya, keterampilan, dan keahlian. Dengan pendidikan luar sekolah, setiap warga negara dapat memperluas wawasan pemikiran dan peningkatan kualitas pribadi dengan menerapkan landasan belajar seumur hidup.

4.2              Saran
Di samping kita mengikuti jenjang pendidikan formal alangkah baiknya dilengkapi dengan mengikuti pendidikan luar sekolah seperti kursus-kursus, dll. Agar kekurangan/kelemahan yang ada pada pendidikan formal bisa tertutupi dengan pendidikan luar sekolah sehingga diharapkan setiap lulusan bisa hidup mengikuti perkembangan zaman dan selalu dibutuhkan oleh masyarakat seiring dengan perkembangan/kemajuan IPTEK


.DAFTAR PUSTAKA

Joesoef Soelaiman, 2004, Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Kurdie Syuaeb, 2002, Pendidikan Luar Sekolah. Cirebon: CV. Alawiyah.
Faisal Sanapiah, 1981, Pendidikan Luar Sekolah . Surabaya: CV. Usaha Nasional.
Arikunto, S. (1991). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara.
Gronslund, Norman E. (1977). Measurement and Evaluation. New York:
Macmillan.
Subino. (1980). Evaluasi dan Pengukuran. Bandung: IKIP Bandung.
Referensi
Zainul, Asmawi. (1992). Evaluasi Hasil Belajar. Bandung: IKIP Bandung.
BP3K. (1980). Pedoman Evaluasi Pendidikan bagi PPSP. Jakarta: Puskur
Balitbang Dikbud.
Sudarman. (1987). Pengantar Penilaian Pendidikan. Bandung: PLS-FIP IKIP
Bandung.
Toha, Habib. (1991). Teknik Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press.
Marsandi. (1980). Sistem Belajar Tuntas (Mastery Learning). Jakarta: Puskur
Balitbang Dikbud
Sudjana, Nana. (1982). Proses Belajar Mengajar. Bandung: IKIP Bandung.

0 comments: